BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap manusia karena dengan pendidikan manusia dapat berdaya guna dan mandiri. Selain itu pula pendidikan sangat penting dalam pembangunan maka tidak salah jika pemerintah senantiasa mengusahakan untuk meningkatkan mutu pendidikan baik dari tingkat yang paling rendah maupun sampai ketingkat perguruan tinggi.
Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan terutama dalam sistem sekolah di Indonesia mempunyai tujuan memberikan kemampuan dasar baca, tulis, hitung, pengetahuan dan keterampilan dasar lainnya. Selain itu pula, di sekolah dasar banyak diperkenalkan dengan benda-benda konkrit yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang terdesain dalam suatu mata pelajaran pendidikan matematika.
Mata pelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan dan merupakan bagian integral dari pendidikan nasional dan tidak kalah pentingnya bila dibandingkan dengan ilmu pengetahuan lain. Matematika juga merupakan ilmu dasar atau “basic science”, yang penerapannya sangat dibutuhkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Ironisnya matematika dikalangan para pelajar merupakan mata pelajaran yang kurang disukai, minat mereka terhadap pelajaran ini rendah sehingga penguasaan siswa terhadap mata pelajaran matematika menjadi sangat kurang. Masalah ini cukup mengglobal dan tidak hanya terjadi di Indonesia sebagaimana hasil survey “Education Testing Service” pada Universitas Princeton, Amerika Serikat (dalam Ann Cutler dan Rudolph Mc Shane 1995:X) bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang kurang dikuasai oleh pelajar.
Dalam pembelajaran matematika, terutama di kelas rendah banyak hal atau faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa dan hal-hal yang sering menghambat untuk tercapainya tujuan belajar. Karena pada dasarnya setiap anak tidak sama cara belajarnya, demikian pula dalam memahami konsep-konsep abstrak. Melalui tingkat belajar yang berbeda antara satu dengan yang lainnya maka guru yang baik adalah guru yang mampu mengajar dengan baik, khususnya ada saat menanamkan konsep baru. Salah satu metode pembelajaran yang diharapkan mampu memberikan bantuan pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa adalah dengan menerapkan sistem pembelajaran yang menggunakan alat peraga khususnya pada bidang studi matematika.
Menurut Wijaya dan Rusyan (1994 : 137) media berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar.
Hal ini sesuai dengan pendapat seorang psikolog, Hamzah (1981 : 12) bahwa “seseorang akan memperoleh pengertian yang lebih baik dari sesuatu yang dilihat dari pada sesuatu yang didengar atau dibaca”.
Penerapan metode pembelajaran dengan menggunakan alat peraga khususnya bidang studi matematika didasari kenyataan bahwa pada bidang studi matematika terdapat banyak pokok bahasan yang memerlukan alat bantu untuk menjabarkannya, diantaranya pada materi operasi bilangan bulat dengan pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan. Oleh sebab itu, pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dalam pokok bahasan tersebut dianggap sangat tepat untuk membantu mempermudah siswa memahami materinya. Disisi lain suasana belajar akan lebih hidup, dan komunikasi antara guru dan siswa dapat terjalin dengan baik. Hal ini diduga pula dapat membantu siswa dalam upaya meningkatkan prestasi belajarnya pada bidang studi matematika.
Kenyataan yang ada, penggunaan alat peraga di sekolah belum membudaya, dalam arti tidak semua guru matematika menggunakan alat peraga dalam mengajar. Hal ini disebabkan belum timbul kesadaran akan pentingnya penggunaan alat peraga serta pengaruhnya dalam kegiatan proses belajar mengajar terutama pada pengajaran bilangan bulat.
Berdasarkan hasil observasi di Sekolah Dasar Negeri 3 Katobu, diperoleh informasi tentang masih kurangnya perhatian dan dorongan dalam penggunaan alat peraga walaupun alat peraga sebagian sudah tersedia akan tetapi tidak semua guru menggunakannya. Berkenaan hal tersebut maka penelitian ini merupakan suatu upaya untuk menguji efektivitas pengajaran dengan menggunakan alat peraga yang akan dibandingkan denga pengajaran tanpa menggunakan alat peraga, khususnya pada pengajaran operasi bilangan bulat.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi nilai Matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu ?
2. Bagaimana deskripsi nilai Matematika siswa yang diajarkan tanpa menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu ?
3. Apakah pengajaran dengan menggunakan alat peraga lebih efektif jika dibandingkan dengan tanpa menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu ?
3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui deskripsi nilai matematika dari siswa-siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu.
2. Untuk mengetahui deskripsi nilai matematika dari siswa yang diajar tanpa menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu.
3. Untuk mengetahui apakah pengajaran matematika dengan menggunakan alat peraga lebih efektif jika dibandingkan dengan tanpa menggunakan alat peraga pada Operasi Bilangan Bulat di kelas IV SD Negeri 3 Katobu.
3. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan informasi bagi guru matematika di SD pada umumnya dan khususnya guru matematika di SD Negeri 3 Katobu tentang efektivitas penggunaan alat peraga pada pengajaran matematika di SD.
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang akan meneliti hal-hal yang relevan dengan penelitian ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Kajian Teori
1. Pengertian Matematika
Matematika adalah ilmu pengetahuan struktur dan hubungan-hubungannya, simbol-simbol diperlukan, matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif (Hudoyo, 1988: 3).
Menurut Nasution dalam (Sugiarto, 1990: 8), bahwa matematika dapat dipandang sebagai suatu ide yang dihasilkan oleh ahli-ahli matematika dan objek penalarannya dapat berupa benda-benda atau makhluk, atau dapat dibayangkan dalam alam pikiran kita.
Pengertian lain yang dikemukakan oleh Sutrisman dan Tambuan (1987: 2-3) bahwa matematika adalah pengetahuan tentang kuantitas ruang, salah satu dari sekian banyak cabang ilmu yang sistematis, terstruktur dan eksak.
Berdasarkan uraian-uraian di atas tentang pengertian matematika dapat disimpulkan bahwa matematika adalah merupakan kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak, dengan struktur-struktur deduktif, mempunyai peran yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses Belajar Mengajar Matematika
Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar secara berbeda, namun pada prinsipnya mempunyai maksud yang sama, seperti yang dinyatakan oleh Hamalik (1993 : 40) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri siswa yang nyata serta latihan yang kontinu, perubahan dari tidak tahu menjadi tahu.
Pendapat serupa dikemukakan Hudoyo (1988 : 107) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga timbul perubahan tingkah laku, misalnya setelah belajar, seorang mampu mendemonstrasikan dan keterampilan dimana sebelumnya siswa tidak dapat melakukannya.
Selanjutnya Anwar (1990 : 98) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan dari setiap tingkah laku yang merupakan pendewasaaan/pematangan atau yang disebabkan oleh suatu kondisi dari organisme.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses individu siswa dalam interaksinya dengan lingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya proses tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan tersebut.
Dalam proses belajar mengajar matematika, seorang siswa tidak dapat mengetahui jenjang yang lebih tinggi tanpa melalui dasar atau hal-hal yang merupakan prasyarat dalam kelanjutan program pengajaran selanjutnya. Untuk mempelajari matematika dituntut kesiapan siswa dalam menerima pelajaran, kesiapan yang dimaksud adalah kematangan intelektual dan pengalaman belajar yang telah dimiliki oleh anak, sehingga hasil belajar lebih bermakna bagi siswa.
Hudoyo (1988 : 4) berpendapat bahwa “belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu proses belajar “. Pendapat serupa dikemukakan Russeffendi (1988 : 25) bahwa belajar matematika bagi seorang anak merupakan proses yang kontinu sehingga diperlukan pengetahuan dan pengertian dasar matematika yang baik pada permukaan belajar untuk belajar selanjutnya.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar matematika haruslah diawali dengan mempelajari konsep-konsep yang lebih mendalam dengan menggunakan konsep-konsep sebelumnya atau dengan kata lain bahwa proses belajar matematika adalah suatu rangkaian kegiatan belajar mengajar dalam interaksi hubungan timbal balik antara siswa dengan guru yang berlangsung dalam lingkungan yang ada disekitarnya untuk mencapai tujuan tertentu.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru yang berlangsung dalam situasi edukatif dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam proses mengajar matematika terdapat adanya suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan antara guru yang mengajar dan siswa yang belajar. Seperti diungkapkan Usman (1995 : 5) bahwa proses mengajar dikatakan sukses apabila anak-anak dapat mengemukakan apa yang dipelajarinya dengan bebas serta penuh kepercayaan berbagai situasi dalam hidupnya.
Nasution (1985 : 54) berpendapat bahwa proses mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa proses mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasikan lingkungan dalam lingkungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar yang menyenangkan pada diri siswa jadi yang akan menentukan keberhasilan suatu pross mengajar adalah pengajar itu sendiri. Pengertian Alat Peraga
Menurut Nasution (1985: 100) “alat peraga adalah alat pembantu dalam mengajar agar efektif”. Pendapat lain dari pengertian alat peraga atau Audio-Visual Aids (AVA) adalah media yang pengajarannya berhubungan dengan indera pendengaran (Suhardi, 1978: 11). Sejalan dengan itu Sumadi (1972: 4) mengemukakan bahwa alat peraga atau AVA adalah alat untuk memberikan pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera.
Alat peraga merupakan salah satu dari media pendidikan adalah alat untuk membantu proses belajar mengajar agar proses komunikasi dapat berhasil dengan baik dan efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Amir Hamzah (1981: 11) bahwa “media pendidikan adalah alat-alat yang dapat dilihat dan didengar untuk membuat cara berkomunikasi menjadi efektif”. Sedangkan yang dimaksud dengan alat peraga menurut Nasution (1985: 95) adalah “alat bantu dalam mengajar lebih efektif”.
Dari uraian-uraian di atas jelaslah bahwa media atau alat bantu mengajar adalah merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Peranan Alat Peraga Untuk Pendidikan Sekolah
Menurut kurikulum (Anonim, 1991: 26) peranan alat peraga disebutkan sebagai berikut: (a) alat peraga dapat membuat pendidikan lebih efektif dengan jalan meningkatkan semangat belajar siswa, (b) alat peraga memungkinkan lebih sesuai dengan perorangan, dimana para siswa belajar dengan banyak kemungkinan sehingga belajar berlangsung sangat menyenangkan bagi masing-masing individu, (c) alat peraga memungkinkan belajar lebih cepat segera bersesuaian antara kelas dan diluar kelas, (d) alat peraga memungkinkan mengajar lebih sistematis dan teratur.
Teori lain yang mengatakan bahwa alat peraga dalam pengajaran dapat bermanfaat sebagai berikut: Meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk berpikir sehingga mengurangi verbalisme, Dapat memperbesar perhatian siswa, meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, sehingga belajar akan lebih mantap (Hamalik, 1997: 40).
Dengan melihat peranan alat peraga dalam pengajaran maka pelajaran matematika pelajaran matematika merupakan pelajaran yang paling membutuhkan alat peraga, karena pada pelajaran ini siswa berangkat dari yang abstrak yang akan diterjemahkan kesesuatu yang konkrit.
5. Penggunaan Alat Peraga Manik-Manik Pada Operasi Bilangan Bulat
Dalam Ensiklopedia Matematika, Operasi diartikan suatu pengerjaan (Negoro, 2000: 218). Operasi yang dimaksud adalah operasi hitung atau pengerjaan hitung. Lebih lanjut Russeffendi (1979: 21) mengatakan bahwa “apabila ada kata operasi hitung atau pengerjaan hitung, maksudnya sama yaitu salah satu beberapa atau semua dari penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian serta operasi hitung lainnya”.
Himpunan bilangan bulat disimbolkan dengan Z (Zahlan) yaitu himpunan bilangan yang dapat dituliskan sebagai berikut:
Z = {…, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, …}. Jadi bilangan bulat adalah semua bilangan cacah dengan semua lawan bilangan asli atau bilangan bulat terdiri dari bilangan bulat positif, nol dan bilangan bulat negatif.
Dalam matematika dikenal empat operasi hitung dasar yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Operasi bilangan bulat adalah operasi yang dilakukan terhadap bilangan bulat.
Ada beberapa alat peraga yang dapat digunakan untuk menggambarkan secara konkret proses perhitungan pada bilangan bulat, diantaranya manik-manik.
Alat peraga manik-manik digunakan untuk memberikan pemahaman tentang pengerjaan bilangan dengan menggunakan pendekatan konsep himpunan. Sesuai konsep pada himpunan, kita dapat “Menggabungkan” atau “memisahkan” dua himpunan yang dalam hal ini anggotanya berbentuk manik-manik. Bentuk manik-naik ini dapat berupa bangun setengah lingkaran yang apabila sisi diameternya dihimpitkan atau digabungkan akan membentuk lingkaran penuh. Bentuk alat ini juga dapat dimodifikasi ke dalam bentuk-bentuk lain asal sesuai dengan prinsip kerjanya. Alat ini biasanya terdiri atas dua warna, misalnya kuning untuk menandakan bilangan negatif dan hijau untuk menandakan bilangan positif. Dalam alat ini, bilangan nol diperlihatkan oleh dua buah manik-manik dengan berbeda warna yang dihimpitkan pada sisi diameternya, sehingga terbentuk lingkaran penuh. Bentuk netral ini digunakan pada saat melakukan operasi pengurangan a – b dengan b lebih besar dan a atau b merupakan bilangan negatif.
Dalam konsep himpunan, “Operasi gabung” atau proses penggabungan dapat diartikan sebagai penjumlahan, dan “Proses pemisahan” atau “Pengambilan” dapat diartikan sebagai pengurangan. Berarti kalau kita menggabungkan sejumlah manik-manik ke dalam kelompok manik-manik lain, maka sama halnya dengan melakukan penjumlahan.
Untuk Lebih Jelasnya Silahkan
download
0 comments:
Post a Comment