Thursday, 19 March 2009

Skripsi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

Oleh Nurwahyuni Latif

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya, sarana dan prasarana serta faktor lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi sudah tentu akan memperlancar proses belajar-mengajar, yang akan menunjang pencapaian hasil belajar yang maksimal yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, antara lain dengan perbaikan mutu belajar-mengajar. Belajar mengajar di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana. Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran. Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki kemampuan maksimal dan meningkatkan motifasi, tantangan dan kepuasan sehingga mampu memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi maupun peserta didik sebagai penggarap ilmu pengetahuan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar-mengajar, perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan pengetahuan agar dapat belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong si pelajar agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat menerapkan konsep yang dipahami.
SMA Muhammadiyah Kendari adalah salah satu SMA swasta yang statusnya disejajarkan dengan SMA negeri dan diakui oleh pemerintah. Sejak tahun pelajaran 2006/2007 SMA Muhammadiyah, seperti halnya SMA lainnya telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), namun menurut hasil wawancara dengan guru diketahui bahwa terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan KTSP. Salah satu kendala utama adalah kurangnya antusias siswa untuk belajar siswa lebih cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh guru, diam dan enggan dalam mengemukakan pertanyaan maupun pendapat. Hal ini dikarenakan oleh pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Padahal dalam kerangka pembelajaran matematika, siswa mesti dilibatkan secara mental, fisik dan sosial untuk membuktikan sendiri tentang kebenaran dari teori-teori dan hukum-hukum matematika yang telah dipelajarinya melalui proses ilmiah. Jika hal ini tidak tercakup dalam proses pembelajaran dapat dipastikan penguasaan konsep matematika akan kurang dan akan menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa yang pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya mutu pendidikan.
Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan observasi di SMA Muhammadiyah Kendari pada tanggal 18 Desember 2006 dan diperoleh keterangan bahwa prestasi belajar matematika siswa kelas XIIA-1 di sekolah tersebut masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian siswa hanya mencapai 4,5. Nilai rata-rata ini jika dibandingkan dengan ketuntasan belajar menurut kurikulum, yakni sebesar 6,5 atau 65 % dapat dikatakan bahwa nilai tersebut berada dibawah standar ketuntasan yang diharapkan. Dari hasil wawancara ini pula diperoleh informasi dari guru matematika bahwa pokok bahasan yang dianggap sulit untuk dipahami oleh siswa adalah pokok bahasan Limit Fungsi. Dalam hal ini siswa seringkali mengalami kesulitan dan kekeliruan dalam menyelesaikan soal-soal latihan. Misalnya:
Tentukan jika . Sebagian besar siswa lansung mensubstitusikan ke sehingga . Dengan cara penyelesaian seperti itu, maka tidak mempunyai nilai karena pembagian dengan 0 tidak terdefinisi. Untuk kasus limit seperti ini penyelesaiannya adalah sebagai berikut :
Jika , maka : , sehingga jawaban yang benar dari = . Dari gambaran jawaban, terlihat bahwa siswa tidak memiliki keterampilan untuk menyelesaikan soal. Hal ini disebabkan karena siswa hanya bekerja sendiri dimana kemampuan mereka dalam menyelesaikan soal sangat minim. Selama ini mereka hanya menerima apa saja yang diberikan oleh guru dan tidak pernah bertanya kepada guru atau teman yang lebih tahu jika mereka mengalamai kesulitan dan siswa yang bisa menjawab tidak mau memberikan penjelasan kepada siswa lain yang belum mengerti. Terlebih lagi guru jarang memberikan soal-soal latihan. Guru hanya menjelaskan materi dan membuat rangkuman. Oleh karena itu jika siswa diberi soal-soal latihan mereka tidak bisa menjawab. Yang bisa mereka jawab hanya soal-soal yang sama persis dengan yang dicontohkan oleh guru. Guru dan peneliti menduga model pembelajaran yang digunakan selama ini belum efektif. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa khususnya siswa kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari pada pokok bahasan limit fungsi.
Atas dugaan di atas maka peneliti bersama-sama dengan guru sepakat untuk menawarkan suatu tindakan alternatif untuk mengatasi untuk mengatasi masalah yang ada berupa penerapan model pembelajaran lain yang lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pemebelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif tumbuh dari suatu tradisi pendidikan yang menekankan berpikir dan latihan bertindak demokratis, pembelajaran aktif, perilaku kooperatif, dan menghormati perbedaan dalam masyarakat multibudaya. Dalam pelaksanaannya pembelajaran kooperatif dapat merubah peran guru dari peran terpusat pada guru ke peran pengelola aktivitas kelompok kecil. Sehingga dengan demikian peran guru yang selama ini monoton akan berkurang dan siswa akan semakin terlatih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan permasalahan yang dianggap sulit sekalipun. Beberapa peneliti yang terdahulu yang menggunakan model pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa model pembelajaran tersebut dengan beberapa tipe telah memberikan masukan yang berarti bagi sekolah, guru dan terutama siswa dalam meningkatkan prestasi. Olehnya itu lebih lanjut guru bersama peneliti ingin melihat pembelajaran kooperatif melalui pendekatan struktural tipe Numbered Heads Together (NHT).
Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan karena dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda. Setiap siswa dibebankan untuk menyelesaikan soal yang sesuai dengan nomor anggota mereka. Tetapi pada umumnya mereka harus mampu mengetahui dan menyelesaikan semua soal yang ada dalam LKS.
Dalam proses pembelajaran kooperatif tipe NHT. Siswa aktif bekerja dalam kelompok. Mereka bertanggungjawab penuh terhadap soal yang diberikan. Misalnya siswa yang bernomor urut 2 dalam kelompoknya mempertanggungjawabkan soal nomor 2 dan seterusnya. Walaupun pada saat persentase mereka bisa ditunjuk untuk mengerjakan nomor lain. Sedangkan pada model pembelajaran kooperatif yang lain terkadang siswa saling berharap kepada teman kelompok lain yang lebih pintar. Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD misalnya, siswa hanya disuruh bekerja dalam kelompok dan pertanggungjawabannya secara kelompok pula. Siswa kurang aktif dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT juga dinilai lebih memudahkan siswa berinteraksi dengan teman-teman dalam kelas dibandingkan dengan model pembelajaran langsung yang selama ini diterapkan oleh guru. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa perlu berkomunikasi satu sama lain, sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru dan terus memperhatikan gurunya.
Dengan dasar inilah yang mendorong peneliti dan guru bersama-sama mencoba mengadakan penelitian dalam bentuk penelitian tindakan kelas dengan judul ”Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari Pada Pokok Bahasan Limit Fungsi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT”
2. Batasan Masalah
Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam penelitian ini dibatasi pada pokok bahasan Limit Fungsi kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari semester Genap Tahun Ajaran 2006/2007.

3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT hasil belajar matematika siswa kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari pada pokok bahasan Limit Fungsi dapat ditingkatkan?”.
4. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari pada pokok bahasan Limit Fungsi melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika
2. Siswa semakin termotivasi untuk belajar karena partisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan suasana pembelajaran semakin variatif dan tidak monoton
3. Dapat memberikan masukan yang berarti/bermakna pada sekolah dalam rangka perbaikan atau peningkatan pembelajaran
4. Peneliti dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan peneliti tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan dapat menambah pengalaman peneliti

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kajian Pustaka
1. Proses Belajar - Mengajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek atau pribadi seseorang (Nasution, 1995: 35). Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2003: 2).
Selanjutnya Winkel (1989: 15) mengemukakan bahwa belajar pada manusia merupakan suatu proses siklus yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang bersifat menetap/ konstan. Selain itu Sardiman (1992: 22) menyatakan bahwa belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau keterampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan dan lain sebagainya.
Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan defenisi belajar yaitu suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang bersifat menetap.
2. Pengertian Mengajar.
Menurut Slameto (1995: 29) mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita. Adapun defenisi lain di negara-negara modern yang sudah maju mengatakan bahwa mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Defenisi ini menunjukkan bahwa yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada siswa.
Mengajar didefinisikan oleh Sudjana (2000: 37) sebagai alat yang direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang memungkinkan siswa melakukan berbagai kegiatan belajar seoptimal mungkin. Pasaribu
(1983: 7) mengajar adalah suatu kegiatan mengorganisir (mengatur) lingkungan sebaik-baiknya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan membimbing dan mengorganisasikan lingkungan sekitar anak didik, agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal.

3. Proses belajar-mengajar matematika
Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar merupakan proses perubahan sedangkan belajar merupakan proses pengaturan agar perubahan itu terjadi. Proses belajar mengajar untuk mata pelajaran matematika harus memperhatikan karakteristik matematika. Sumarmo (2002: 2) mengemukakan beberapa karakteristik matematika yaitu : materi matematika menekankan penalaran yang bersifat deduktif materi matematika bersifat hirarkis dan terstruktur dan dalam mempelajari matematika dibutuhkan ketekunan, keuletan, serta rasa cinta terhadap matematika. Karena materi matematika bersifat hirarkis dan terstruktur maka dalam belajar matematika, tidak boleh terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan. Artinya, perlu mendahulukan belajar tentang konsep matematika yang mempunyai daya bantu terhadap konsep matematika yang lain.
2. Prestasi Belajar Matematika
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 895) prestasi diartikan sebagai yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Menurut Arifin (1991: 3), prestasi berarti hasil usaha. Dalam hubungannya dengan usaha belajar, prestasi berarti hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Prestasi belajar siswa mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman dalam bidang ketrampilan, nilai dan sikap.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang sedang prestasi belajar adalah hasil yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu.
Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar matematika, dapat diukur prestasinya setelah melakukan kegiatan belajar tersebut dengan menggunakan suatu alat evaluasi. Jadi prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan alat evaluasi (tes).
3. Pembelajaran Kooperatif
Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah suatu konsep baru, melainkan telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki pasangan.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran (Johnson dan Johnson dalam Ismail, 2002: 12). Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.
Model pembelajaran koopertif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan efektif.
Roger dan David Johnson dalam Lie (2002: 30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu : 1) saling ketergantungan positif,
2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka, 4) komunikasi antar anggota, 5) evaluasi proses kelompok.
Untuk memenuhi kelima unsur tersebut harus dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok para peserta didik harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam kegiatan belajar kelompok yang akan saling menguntungkan. Selain niat, peserta didik juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Salah satu cara untuk mengembangkan niat dan kerja sama antar peserta didik dalam model pembelajaran kooperatif adalah melalui pengelolaan kelas. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif, yakni pengelompokan semangat kerja sama dan penataan ruang kelas.

1. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif
Menurut Stahl dalam Ismail (2002: 12) bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah :
1. Belajar dengan teman
2. Tatap muka antar teman
3. Mendengarkan diantara anggota
4. Belajar dari teman sendiri dalam kelompok
5. Belajar dalam kelompok kecil
6. Produktif berbicara atau mengemukakan pendapat
7. Siswa membuat keputusan
8. Siswa aktif
Sedangkan menurut Johnson dalam Ismail (2002: 12) belajar dengan koopertif mempunyai ciri :
1. Saling ketergantungan yang positif
2. Dapat dipertanggungjawabkan secara individu
3. Heterogen
4. Berbagi kepemimpinan
5. Berbagi tanggung jawab
6. Ditekankan pada tugas dan kebersamaan
7. Mempunyai ketrampilan dalam berhubungan sosial
8. Guru mengamati
9. Efektifitas tergantung kepada kelompok
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat dan membuat keputusan secara bersama.
2. Kelompok siswa yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan belajar.
3. Panghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok.
Menurut Ibrahim (2000: 6) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.
2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3. Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4. Siswa haruslah berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama dalam proses belajarnya.
7. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
2. Tujuan pembelajaran kooperatif
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai :
1. Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit.
2. Pengakuan adanya keragaman
Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima
teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan social siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja sama dalam kelompok.
Untuk Lebih Jelasnya Silahkan
download
Skripsi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
Skripsi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
Ditulis Oleh : Iron_man
Published :
Rating : 4.9

0 comments:

Post a Comment