Pengaruh Model pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas II SMA Negeri 1 Unaaha Tahun Pelajaran 2005/2006.
B. Latar Belakang
Otonomi daerah yang sedang digalakkan membawa angin segar bagi dunia pendidikan, bagaimana tidak sebuah kurikulum baru menekankan otonomi pendidikan. KBK (Kurikulum Berbasis kompetensi) lahir sebagai akumulasi perbaikan-perbaikan kurikulum sebelumnya yang tentunya diharapkan dapat menjadi titik tolak menuju sistem pendidikan nasional yang lebih baik dan layak. KBK adalah kurikulum yang sudah mulai diimplementasikan di sekolah-sekolah dewasa ini, mulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA sebagai wujud demokratisasi pendidikan karena di sekolah-sekolah diberi keleluasaan mengembangkan sendiri silabus pendidikannya, maka KBK menurut Siskandar dalam harian Kompas (2002:7) menyatakan bahwa, KBK nantinya akan berfungsi sebagai national platform, secara tidak langsung ini merupakan bentuk lain dari kepercayaan pusat pada daerah.
Dari sisi terlihat begitu berat beban guru dalam menerjemahkan KBK pengimplementasian KBK benar-benar menuntut sosok guru yang memang pantas menjadi guru, KBK lebih menuntut peran aktif guru karena parameter keberhasilan justru pada kompetensi dasar yang harus diperoleh peserta didik artinya guru harus mampu meningkatkan kualitas proses belajar dan mengajar di kelas sehingga nantinya berakibat bagi pengembangan mutu sumber daya peserta didik.
Guru secara tidak langsung dituntut harus dapat mengembangkan pola pelajaran yang dapat melibat aktifkan siswa dalam belajar. Kenyataan ini menunjukkan bahwa, model pengajaran matematika yang diterapkan sejak awal hingga sekarang masih bersifat konvensional. Dimana sistem penyampaiannya lebih banyak didominasi oleh guru yang mengajarnya cenderung bersifat instruktif, serta proses komunikasinya satu arah. Guru yang memegang kendali memainkan peran aktif, sementara siswa duduk menerima secara pasif informasi pengetahuan dan keterampilan siswa-siswa cenderung diam dan kurang berani menyatakan gagasannya. Kretifitas dan kemandirian mengalami hambatan dan bahkan tidak berkembang. Banyak siswa yang tadinya kreatif dan kritis menjadi apatis karena suasana belajar dalam kelas kurang mendukung. Tidak sedikit siswa merasa terlambat proses kedewasaan karena gaya-gaya pembelajaran melemahkan semangat belajar siswa, karena kurang demokratif, kurang kolaboratif dan lain-lain. Kondisi pembelajaran di atas sesuai dengan model pembelajaran yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Unaaha selama ini. Oleh karena itu guru matematika perlu memahami dan mengembangkan berbagai bentuk metode dan keterampilan mengajar dalam mengajarkan matematika guna membangkitkan motivasi siswa agar mereka belajar dengan antusias. Lebih dari itu siswa juga merasa ambil bagian dan berperan aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Salah satu yang dapat ditempuh guru adalah mengembangkan pola pengajaran yang menekankan kerjasama antar siswa. Hal senada dikemukakan Jean D. Crambs dalam Rohani (1991:11) mengatakan bahwa, untuk membentuk individu siswa menjadi manusia yang demokratis, guru menekankan prinsip kerjasama atau kerja kelompok, berkaitan dengan ini Crambs sangat memperhatikan apa yang dinamakan “Group Process” atau proses kelompok yaitu cara individu mengadakan relasi dan kerjasama dengan individu lain untuk mencapai tujuan kerjasama, atau dengan kata lain guru menerapkan model pengajaran kooperatif. Contoh pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe ini sangat sederhana karena hanya membagi siswa beberapa kelompok kecil (3 – 5 orang/kelompok) dan merupakan campuran tingkat kemampuan, jenis kelamin dan suku. Model pengajaran ini pada hakekatnya adalah menggali dan mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar dan ini sangat baik untuk diterapkan pada mata pelajaran yang dirasakan guru sangat sulit dipahami siswa dan salah satunya adalah mata pelajaran matematika.
Matematika secara umum sangat sulit dipahami oleh siswa, karena matematika memiliki obyek yang sifatnya abstrak dan membutuhkan penalaran yang cukup tinggi untuk memahami setiap konsep-konsep matematika yang sifatnya hirarkis, sehingga perlu menerapkan model-model pengajaran yang lebih baik dan tepat membantu penguasaan siswa sedini mungkin di tingkat sekolah terhadap matematika. Tetapi perlu kita garis bawahi pula sebuah pengajaran yang baik tidak cukup untuk mendapatkan hasil belajar siswa yang optimal, karena seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Rohani (1991:10) bahwa yang menjadi salah satu masalah yang dihadapi guru untuk menyelenggarakan pengajaran adalah bagaimana memotivasi dan menumbuhkan dalam diri peserta didik secara efektif keberhasilan suatu pengajaran sangat dipengaruhi oleh adanya penyediaan motivasi/dorongan dari dalam diri siswa untuk mempelajari matematika, sering ditemui beberapa kesukaran yang dialami seorang guru untuk memotivasi siswanya adalah tidak adanya alat, metode atau teknik tertentu yang dapat memotivasi peserta didik dengan cara yang sama atau dengan hasil yang sama. Dari sini dapat dilihat bahwa motivasi belajar dan sebuah model pengajaran sangat berkaitan erat satu sama lain karena beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi adalah juga melalui cara mengajar yang bervariasi., mengadakan pengulangan informasi, memberikan stimulus baru dan lain sebagainya, secara umum peserta didik akan terangsang untuk belajar (terlibat aktif dalam pengajaran) apabila ia melihat bahwa situasi pengajaran cenderung memuaskan dirinya sesuai kebutuhannya.
Demikian hal di atas dipertegas lagi oleh Sudjana (1998:39) yang menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa sangat dipengaruhi oleh 2 faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu, misalnya kemampuan yang dimilikinya dan faktor lain berupa motivasi, sikap dan lain sebagainya dan faktor yang datang dari luar diri siswa yakni lingkungan belajar dan salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah adalah kualitas pembelajaran, sehingga menjadi alasan yang kuat bagi peneliti untuk mengetahui seberapa besar pengaruh model pembelajaran yakni model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran konvensional dengan motivasi belajar siswa yang tinggi maupun yang rendah yang merupakan pendorong yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktifitas tertentu, untuk mencapai tujuan yakni hasil belajar yang maksimal.
Berdasarkan pandangan di atas, peneliti merasa tertarik mengangkat judul “Pengaruh Model Pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas II SMA Negeri 1 Unaaha”.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha tahun pelajaran 2005/2006 yang diajar dengan model pembelajaran konvensional dan model pembelajaran kooperatif (tipe STAD)?
2. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha tahun pelajaran 2005/2006 yang mempunyai motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah?
3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha tahun pelajaran 2005/2006?
4. Untuk kelompok yang mempunyai motivasi tinggi, apakah hasil belajar matematika siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif (tipe STAD) lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional?
5. Untuk kelompok yang mempunyai motivasi rendah, apakah hasil belajar matematika siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif (tipe STAD) lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha yang diajar dengan model pembelajaran konvensional dan model pembelajaran kooperatif.
2. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha yang mempunyai motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah.
3. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha tahun pelajaran 2005/2006.
4. Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif (tipe STAD) lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional, untuk kelompok yang mempunyai motivasi tinggi.
5. Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif (tipe STAD) lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional, untuk kelompok yang mempunyai motivasi rendah.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru, diharapkan dapat menjadi masukan dalam memperluas pengetahuan dan wawasan mengenai model pembelajaran dan motivasi belajar dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
2. Bagi siswa, dapat mempermudah cara belajar siswa yang mengalami kesulitan dalam meningkatkan hasil belajar matematika.
3. Sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti bidang yang sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.
F. Kajian Pustaka
F1. Kajian Teori
1. Hasil belajar Matematika
1.a. Pengertian Belajar
Beberapa ahli pendidikan memberikan definisi belajar secara berbeda yang pada prinsipnya mempunyai maksud yang sama, seperti yang dinyatakan oleh Anwar (1990:98) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan dari setiap tingkah laku yang merupakan pendewasaan/pematangan atau yang disebabkan oleh suatu kondisi dari organisme. Suharto (1997:6) juga berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, pandangan dan keterangan yang akan menghasilkan suatu kekuatan pemecahan sesuatu bagi seseorang menghadapi suatu keadaan tertentu.
Selanjutnya Hudoyo (1998:107) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga timbul perubahan tingkah laku, misalnya setelah belajar seorang mampu mendemonstrasikan dan keterampilan dimana sebelumnya siswa tidak dapat melakukannya. Pendapat serupa dikemukakan Hamalik (1983:21) bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dalam diri siswa yang nyata serta latihan yang kontinu, perubahan dari tidak tahu menjadi tahu.
Burton dalam Usman (1993:4) mengemukakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya. Sukardi dan Maramis (1998:189) berpendapat bahwa belajar adalah perubahan perilaku anak didik secara bertahap, melalui proses terencana dan bertahap sehingga siswa pada akhir proses belajar mempunyai kemampuan atau keterampilan sesuai dengan apa yang dituju oleh sistem belajar mengajar bersangkutan.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses aktifitas siswa dalam interaksinya dengan lingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan.
1.b. Pengertian Belajar Mengajar Matematika
Mengajar adalah suatu aktifitas mengorganisir atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar (nasution, 1995:4). Mursell (1995:2) berpendapat bahwa mengajar dikatakan sukses apabila anak-anak dapat mengemukakan apa yang dipelajarinya dengan bebas serta penuh kepercayaan dalam berbagai situasi dalama hidupnya, pendapat serupa dikemukakan Bruner dalam Usman (1993:5) bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem, atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu usaha mengorganisir lingkungan dalam hubungannya dengan siswa dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar yang menyenangkan pada diri siswa. Jadi yang akan menentukan keberhasilan suatu proses mengajar adalah pengajar itu sendiri.
Berkaitan dengan belajar mengajar matematika harus memperhatikan karakter matematika, ada beberapa karakteristik matematika antara lain: materi matematika bersifat hirarkis, obyek matematika bersifat abstrak, penalaran matematika bersifat deduktif (Hudoyo, 1998:3).
Dilihat dari ciri khusus matematika yang dikemukakan di atas seorang siswa belajar matematika harus secara kontinu, karena belajar matematika yang terputus-putus akan mengakibatkan siswa tidak memahami konsep matematika berikutnya. Selanjutnya guru hendaknya mengaitkan suatu konsep matematika sebelumnya dengan konsep matematika yang akan diajarkan. Oleh sebab itu pengalaman belajar matematika yang lalu dari para siswa sangat menentukan untuk memahami konsep matematika yang baru.
1.c Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar siswa adalah produk yang menekankan kepada tingkat penguasaan tujuan oleh siswa bagi dari segi kualitas maupun kuantitas, keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil. Asumsi dasar adalah proses pengajaran yang optimal memungkinkan hasil belajar optimal pula, ada korelasi antara proses pengajaran dengan hasil yang dicapai, makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pengajaran, makin tinggi pula hasil atau produk dari pengajaran itu (Davies, 1987:91).
Menurut Sudjana (1998:39) mengemukakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa terutama kemampuan yang dimiliki, disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap, kebiasaan belajar, dan lain sebagainya. Sebab hakekat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan adanya suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi, ia harus berusaha mengerahkan segala daya dan upaya untuk dapat mencapainya sungguhpun demikian, hasil yang dapat diraih masih juga bergantung dari lingkungannya, artinya ada faktor-faktor yang berada di luar dirinya. Sudjana (1998:40) berpendapat bahwa salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar pada hakekatnya tersirap dalam tujuan pembelajaran.
Dari pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa hasil belajar matematika ialah produk yang mencerminkan penguasaan siswa secara kuantitatif maupun kualitatif terhadap tujuan pengajaran matematika tertentu yang pada hakekatnya hasil belajar matematika dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh siswa dan kualitas pengajaran matematika.
2. Model Pembelajaran
2.a Model Pembelajaran Kooperatif
Secara umum istilah “model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Model pembelajaran yang telah dikembangkan dan diuji keberlakuannya oleh pakar pendidikan, umumnya berorientasi kepada pengembangan kemampuan peserta didik dalam mengolah dan mengatasi informasi yang diterima oleh mereka dengan menitikberatkan aspek intelektual akademis.
Ada beberapa model pembelajaran, antara lain model pembelajaran langsung, model pembelajaran konseptual, konvensional dan model pembelajaran kooperatif, masing-masing model pembelajaran memiliki ciri yang berbeda-beda. Model pembelajaran kooperatif khususnya memiliki ciri yaitu mengutamakan kerjasama antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu jenis pembelajaran dari kelompok model pembelajaran sosial, model pembelajaran ini mengutamakan kerjasama antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Anonim (2002:20) yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya Hamalik (1991:23) juga mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif tujuan dirangkum oleh setiap anggota kelompok, jadi tujuan pembelajaran hanya mungkin tercapai jika ada kerjasama antara anggota kelompok.
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti bimbingan guru pada saat bekerja sama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka.
Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentase hasil akhir kerja kelompok dan evaluasi tentang materi yang mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Enam tahap pembelajaran kooperatif itu dirangkum dalam tabel berikut:
Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif, dapat mengubah peran guru dari peran berpusat pada gurunya kepengelolaan siswa dalam kelompok kecil. Selain itu juga dalam model pembelajaran kooperatif tugas penilaian mengutamakan pendekatan kooperatif secara tradisional dengan penghargaan perorangan dan penghargaan perkelompok, walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, tetapi terdapat beberapa variasi dari model tersebut diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan STAD.
2.a.1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Penetapan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruihi pola-pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik. Model ini dikembangkan oleh Slavin dalam Nur (2002:32) dengan melibatkan siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut.
Langkah-langkah berikut ini menguraikan bagaimana mengantarkan siswa kepada pembelajaran STAD sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini, yang dijelaskan sebagai berikut:
Langkah 1: Persiapan. Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pembelajaran dengan membuat skenario pembelajaran, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
Langkah 2: Pembentukan Kelompok. Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu guru membagi siswa ke dalam kelompok atau tim yang beranggotakan 4 hingga 5 orang, kelompok-kelompok ini terdiri dari siswa yang berkemampuan heterogen selain itu diperhitungkan kriteria heterogenitas lainnya seperti nilai prestasi beragam jenis kelamin dan ras serta tidak ada ketua kelompok.
Langkah 3: Diskusi Masalah. Dalam kerja kelompok guru membagikan LKS pada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari, dalam kerja kelompok bahwa setiap siswa berpikir bersama menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 4: Membimbing siswa bekerja dan belajar secara kelompok. Kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut:
- Membagikan LKS atau materi pelajaran (dua set) untuk tiap tim.
- Menganjurkan agar siswa tiap-tiap tim bekerja dalam berpasangan apabila mereka sedang mengerjakan soal, kemudian saling mengecek pekerjaannya diantara teman pasangannya.
- Apabila siswa tidak dapat mengerjakan soal itu, teman satu tim siswa memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan soal tersebut.
- Memberi penekanan pada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar mengajar sampai mereka yakin bahwa seluruh anggota tim mereka dapat menjawab 100% benar soal-soal kuis tersebut.
- Memastikan siswa memahami bahwa LKS itu untuk belajar bukan untuk diisi atau dikumpulkan.
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling menjelaskan jawaban mereka tidak hanya saling mencocokkan jawaban mereka dengan lembaran kunci jawaban.
- Apabila siswa memiliki pertanyaan, guru meminta mereka mengajukan pertanyaan itu pada rekan satu timnya sebelum mengajukan kepada guru.
- Pada saat siswa sedang bekerja dalam tim, guru hendaklah berkeliling dalam kelas dan memberikan pujian pada tim yang bekerja dengan baik dan secara bergantian duduk bersama tim untuk memperhatikan anggota-anggota tim itu bekerja.
Langkah 5: Membuat Skor Individual dan Skor Tim. Guru menghitung skor tim dengan menjumlahkan poin peningkatan yang diperoleh tiap anggota tim dan membagi jumlah itu dengan jumlah anggota tom yang mengerjakan kuis.
Langkah 6: Pengakuan pada Prestasi Tim. Guru hendaknya mempersiapkan semacam pengakuan kepada setiap tim yang mencapai skor tinggi yang berupa pujian untuk memotivasi siswa agar lebih giat dalam menyelesaikan tugas yang diberikan dan dilaksanakan sebelum proses pembelajaran dimulai.
2.b. Model Pembelajaran Konvensional
Menurut Pangaribuan (1997:75) pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan kebiasaan, dimana pembelajaran ini merupakan pembelajaran tradisional mempersiapkan siswa untuk belajar secara individu dan kompetitif untuk memahami pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur yang berasal dari pengajar sebagai pusat pembelajaran.
Adapun tahap-tahap dalam pembelajaran konvensional yaitu:
1. Tahap persiapan: pada tahap ini guru mempersiapkan perangkat pembelajaran, antara lain rencana pembelajaran dan topik atau materi pelajaran.
2. Tahap pembelajaran: tahap ini merupakan tahap dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yang terdiri dari:
- Guru membuka pelajaran, menjelaskan TPK dan memotivasi siswa.
- Kegiatan inti yaitu guru memberikan materi, mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, membimbing pelatihan, mengecek pemahaman dan umpan balik serta memberikan latihan dan terapan konsep.
- Guru menutup pelajaran dan memberikan tugas kepada siswa.
3. Tahap evaluasi: Guru mengevaluasi belajar siswa dengan memberikan tes, baik tugas maupun ulangan, serta mengumpulkan skor siswa.
Selanjutnya menurut Ismail (2000:14) bahwa, pada model pembelajaran konvensional terdapat fase dan peran guru yang sangat penting, yang disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2. Fase dan Peran Guru dalam Model Pembelajaran Konvensional
Perbedaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran konvensional menurut Jonson dan Jonson dalam Kadir (2000:60) dijabarkan pada tabel berikut:
Tabel 3. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Konvensional
3. Motivasi Belajar
3.a. Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan suatu pendorong untuk berbuat dengan tujuan mencapai tujuan hidup, yang mendominir tingkat usaha dalam belajar.
Menurut Purwanto (1990:73) mengartikan bahwa, motivasi adalah usaha yang didasari untuk menggerakkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Hudoyo (1998:3) mengemukakan bahwa, motivasi adalah kekuatan pendorong yang ada dalam diri orang untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
3.b. Motivasi Belajar Matematika
Berdasarkan definisi motivasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah kekuatan-kekuatan yang kompleks, dorongan-dorongan, kebutuhan-kebutuhan, pernyataan-pernyataan keterangan atau mekanisme-mekanisme lainnya yang memulai dan menjaga kegiatan-kegiatan yang diinginkan ke arah pencapaian tujuan-tujuan personal.
Jika ditinjau dari sumbernya, motivasi terdiri atas dua bagian yaitu: motivasi yang timbul dari dalam diri orang yang bersangkutan tanpa rangsangan dari luar. Kegiatan dimulai dan dilaksanakan karena adanya dorongan yang langsung berkaitan dengan kegiatan tersebut. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul akibat adanya rangsangan dari luar.
Selanjutnya beberapa ahli mengemukakan mengenai motivasi belajar, menurut Sardiman (1986:75) mengemukakan bahwa, motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki dari subyek belajar; dapat dicapai, sedangkan menurut W.S. Winkel (1991:3) mengemukakan bahwa, motivasi belajar terbagi atas 2 bagian yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah model motivasi yang di dalam aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.
Ciri-ciri seseorang memiliki motivasi adalah tekun menghadapi tugas matematika, ulet menghadapi kesulitan. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, lebih sering bekerja sendiri, tidak bosan terhadap tugas-tugas rutin, dapat mempertahankan pendapat, dan sering membaca dan memecahkan masalah dari soal-soal (Sardiman, 1986:39).
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka motivasi belajar adalah tenaga penggerak/kekuatan pendorong, baik intrinsik maupun ekstrinsik yang menyebabkan siswa melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan dalam belajar melalui hasil belajar yang optimal/cukup.
F2. Kerangka Berpikir
Hasil belajar akan dicapai dengan baik oleh siswa ditentukan oleh aktivitas guru, siswa dan kegiatan proses belajar mengajar di kelas.
Proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antar sesama siswa dalam kelompok belajarnya untuk mencapai tujuan belajarnya. Keberhasilan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD karena pembelajaran ini menekankan kerjasama yang positif dan bertanggung jawab baik secara kelompok maupun secara individual dibanding dengan pembelajaran konvensional yang tidak menekankan adanya kerjasama/saling ketergantungan dan bertanggung jawab terhadap hasil belajar sendiri. Namun, hasil belajar tidak cukup jika hanya melalui model pembelajaran yang baik karena semua ini masih dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa yakni motivasi belajarnya sebagai dorongan dalam dirinya untuk belajar. Tinggi rendahnya motivasi belajar memungkinkan tujuan pembelajaran berhasil tidaknya dengan baik.
Berdasarkan pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran dan motivasi belajar saling mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan hasil belajar yang lebih baik tentunya.
F.3. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha tahun pelajaran 2005/2006.
2. Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha tahun pelajaran 2005/2006.
3. Ada interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar matematika terhadap hasil belajar matematika siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha tahun pelajaran 2005/2006.
4. Untuk kelompok yang mempunyai motivasi tinggi, hasil belajar matematika siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
5. Untuk kelompok yang mempunyai motivasi rendah hasil belajar matematika siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran tipe STAD lebih tinggi dari pembelajaran konvensional.
G. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri Unaaha yang terletak di Kecamatan Unaaha Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara dan penelitian ini dilaksanakan pada kelas II semester II tahun pelajaran 2005/2006.
H. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha Kabupaten Konawe tahun pelajaran 2005/2006 yang berjumlah 260 siswa.
2. Sampel Penelitian
Berdasarkan Arikunto (1987:17) menyatakan bahwa jika jumlah populasi lebih dari 100 orang, maka jumlah sampel yang diambil 10%-30% dari jumlah populasi yang ada, maka dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel 60 oramg yakni 23% dari 260 siswa, dengan teknik yang akan digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik proporsional sampling (sampel berdasarkan kelas-kelas yang ada).
I. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah berupa tes hasil belajar untuk data hasil belajar siswa yang berjumlah 10 butir soal essay, yang berkaitan dengan pokok bahasan matriks yang telah diajarkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran konvensional pada siswa yang telah distratifikasikan tingkat motivasi belajarnya. Namun sebelumnya, diuji validitas dan reliabilitasnya.
5%, maka tes reliabel (Arikunto, 1987:193)
Selanjutnya untuk mengukur variabel motivasi belajar digunakan kuisioner yang sudah baku (dalam Nurhaidah, 2001) yang berjumlah 20 item.
J. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data hasil belajar siswa dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan essay tes yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran konvensional, sedangkan untuk data pengelompokkan motivasi belajar yang tinggi dan rendah digunakan kuisioner dalam skala penilaian likert dengan 5 (lima) alternatif jawaban yaitu: dengan skor, sangat sering = 5, sering = 4, kadang-
kadang = 3, jarang = 2, dan tidak pernah = 1, untuk pertanyaan yang bersifat positif dan sebaliknya untuk pertanyaan yang bersifat negatif. Kuisioner tidak diujicobakan sebab kuisioner tersebut sudah baku.
K. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Dengan menggunakan angket motivasi belajar, siswa dikelompokkan tinggi rendahnya tingkat motivasi belajarnya.
b. Setelah terbagi atau teridentifikasi, masing-masing kelas dilakukan proses belajar mengajar oleh guru pada pokok bahasan matriks dengan model yang berbeda. Di salah satu kelas menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan di kelas lain dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
c. Proses pembelajaran dilaksanakan dalam beberapa kali pertemuan hingga materi dari pokok bahasan matriks selesai.
d. Setelah pembelajaran selesai dilakukan, kedua kelas diberikan tes hasil belajar matematika.
L. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan dengan Anava (analysis of varians), anava dua jalur (two way anava), nilai-nilai variabel ditempatkan tidak secara acak tetapi didasarkan pada sifat-sifat yang mungkin ada pada variabel. Bagian dari sifat ini kemudian digolongkan dalam berbagai blok dengan bertujuan untuk mengurangi sebanyak mungkin reliabilitasnya yang bisa terjadi, sehingga uji beda antar group yang dilakukan menjadi efisien. Perlakuan terhadap kelompok maupun blok, terminology perlakuan A (model pembelajaran) untuk kolom dan perlakuan B (motivasi belajar) untuk baris (blok) design two factorial:
Perhitungan selengkapnya untuk mencapai uji-F adalah pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2: Perhitungan Anava 2 jalur, untuk perbedaan faktor utama (main effect)
Adapun kriteria pengujian dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05) dan 99% ( = 0,01) dan N = 60:
a. Jika , H0 ditolak dan H1 diterima. Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
b. Jika , H0 ditolak dan H1 diterima. Ada perbedaan hasil belajar siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha antara siswa yang mempunyai motivasi tinggi dan motivasi rendah.
c. Jika , H0 ditolak dan H1 diterima. Interaksi dua faktor model pembelajaran dan motivasi belajar mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar. (Anonim, 2000:9)
Tabel 3. Anava 1 Jalur untuk Simple Effect
Dengan kriteria pengujian menggunakan tingkat kepercayaan = 1% dan = 5% dan N = 30:
a. Jika , H0 ditolak dan H1 diterima. Untuk kelas yang mempunyai motivasi tinggi. Hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
b. Jika , H0¬ ditolak dan H1 diterima. Untuk kelas yang mempunyai motivasi rendah. Hasil belajar siswa kelas II SMA Negeri 1 Unaaha lebih tinggi yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
Dengan sebelumnya masing-masing kelas motivasi tinggi dan rendah dilakukan uji-t untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran yang efektif.
Jika thitung > ttabel, maka model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif untuk kelas motivasi tinggi dari pada model pembelajaran konvensional atau model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif untuk kelas motivasi rendah dibandingkan dengan model konvensional.
Keterangan:
J = Banyaknya model pembelajaran yang diajarkan
k = Banyaknya kelompok motivasi belajar
N = Banyaknya data
SSTO = Some of square deviation total (jumlah devasi kuadrat total)
SSA = Some of square deviation Among (jumlah deviasi kuadrat group)
SSB = Some of square deviation block (jumlah deviasi kuadrat antar blok)
SSE = Some of square deviation error (jumlah deviasi kuadrat error sampling)
SSI = Some of square deviation interaction treatment and block (jumlah deviasi kuadrat interaksi group dan blok)
M. Definisi Operasional Variabel
Untuk menghindari kesalahpahaman tentang variabel-variabel penelitian di atas, akan dikemukakan penjelasan istilah yang berhubungan dengan penelitian sebagai berikut:
1. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran kooperatif yang ciri-ciri khususnya siswa belajar secara kelompok dengan bantuan LKS, dimana semua LKS sama dan siswa juga menyelesaikan soal yang sama pula, di dalam kelompok terjadi tutorial sebaya, tanya jawab dan saling bersikusi memahami isi LKS yang diberikan.
2. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang berdasarkan kebiasaan, siswa belajar secara individu dan pembagian berpusat pada guru.
3. Motivasi belajar adalah dorongan dalam diri siswa baik itu siswa maupun dari luar diri siswa itu sendiri.
4. Hasil belajar adalah nilai perolehan siswa mengikuti tes hasil belajar pada pokok bahasan matriks.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, dan Rohani, 1991. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta: Jakarta.
Anonim, 2002. Beberapa Model Pengajaran dan Strategi Pengajaran dalam Pembelajaran IPA FISIKA. Direktorat SLTP. Depdiknas: Jakarta.
Anonim, 2000. Analisis Varians (ANAVA), FKIP Unhalu: Kendari.
Anwar, L. 1990. Kepemimpinan dalam Proses Belajar Mengajar. Angkasa: Bandung.
Arikunto, Suharsimi, 1987. Prosedur Penelitian . Rineka Cipta: Jakarta.
Davies, 1987. Pengelolaan Belajar. Rajawali Pers: Jakarta.
Hudoyo, H. 1987. Belajar Mengajar. Departemen P dan K Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Jakarta.
Hamalik, O. 1983. Pendekatan Baru Strategis Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Sinar Baru: Bandung.
Hakim, 2002. Statistik Induktif. Ekonesia: Jakarta.
Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. University Press: Surabaya.
Ismail, 2000. Model-Model Pembelajaran. Depdiknas: Jakarta.
Kadir, A., 2000. Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD (tesis). PPS-UNJ: Jakarta.
Mursell, 1995.. Mengajar dengan Sukses. Bumi Aksara: Jakarta.
Nasution, 1995. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.
Nur, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya: Surabaya.
Nurhaidah, 2001. Perbedaan Motivasi Belajar Laki-Laki dan Motivasi Belajar perempuan Siswa Kelas II SLTP Negeri 9 Kendari. FKIP Unhalu: Kendari.
Pangaribuan, T, 1997. Kamus Populer Lengkap. CV Pustaka Setia: Bandung.
Purwanto, 1990. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya:Bandung.
Suryadi, dkk., 1993. Analisis Kebijakan Pendidikan (suatu pengantar). Remaja Rosdakarya: Bandung.
Sudjana, 1998. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru Algesindo: Bandung.
Suwarno, 1992. Pengantar Umum Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta.
Syah, Muhibbin, 1995. Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Sukardi dan Maramis, 1989. Penilaian Keberhasilan Belajar. Airlangga: Surabaya.
Sukarman, Hery, 2002. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar. Depdiknas: Jakarta.
Suharto, B., 1997. Pendekatan dan Teknik dalam Proses Belajar Mengajar. Tarsito: Bandung.
Sardiman, 1986. Inreraksi dan Motivasi Belajar. Rajawali Pers: Jakarta.
Usman 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Winkel, W. S., 1991. Psikologi Pengajaran. Grasindo: Jakarta.
Walgito, Bimo, 1989. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Andi Offset: Yogyakarta.
0 comments:
Post a Comment