PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini yang masih terus dibicarakan dalam masalah mutu pendidikan adalah prestasi belajar siswa dalam suatu bidang ilmu tertentu. Menyadari hal tersebut, maka pemerintah bersama para ahli pendidikan, berusaha untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan. Upaya pembaharuan pendidikan telah banyak dilakukan oleh pemerintah, diantaranya melalui seminar, lokakarya dan pelatihan-pelatihan dalam hal pemantapan materi pelajaran serta metode pembelajaran untuk bidang studi tertentu misalnya IPA, Matematika dan lain-lain. Sudah banyak usaha yang dilakukan oleh Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan matematika di sekolah, namun belum menampakkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari proses pembelajarannya maupun dari hasil prestasi belajar siswanya (Yuwono,2001 : 2).
Dari beberapa mata pelajaran yang di sajikan pada Sekolah Dasar, matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menjadi kebutuhan sistem dalam melatih penalarannya. Melalui pengajaran matematika diharapkan akan menambah kemampuan, mengembangkan ketrampilan dan aplikasinya. Selain itu, matematika merupakan sarana berpikir dalam menentukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan matematika merupakan metode berpikir logis sistematis dan konsisten. Oleh karena itu semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti selalu harus berpaling pada matematika.
Dalam pembelajaran matematika sering kali didapatkan bahwa siswa masih sukar menerima dan mempelajari matematika bahkan banyak yang mengeluh bahwa pelajaran matematika membosankan, tidak menarik dan susah untuk dipahami. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Djaali dalam Surdika (1998:2) yang menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika di sekolah dasar relatif rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain.
Berbicara masalah rendahnya prestasi belajar siswa, khususnya prestasi belajar matematika dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (Usman, 1993:10). Dalam proses belajar mengajar di sekolah, model pembelajaran yang digunakan guru merupakan salah satu faktor dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang cenderung membuat siswa pasif dalam proses belajar mengajar, dapat membuat siswa merasa bosan sehingga tidak tertarik lagi untuk mengikuti pelajaran tersebut, terlebih lagi pelajaran matematika yang menurut Hudoyo (1988:3) berkaitan dengan konsep-konsep abstrak, sehingga pemahamannya membutuhkan daya nalar yang tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan ketekunan, keuletan, perhatian, dan motivasi yang tinggi untuk memahami materi pelajaran matematika.
Permasalahan dalam proses belajar mengajar juga terjadi di SD Negeri 14 Kendari sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan guru kelas III SD Negeri 14 Kendari bahwa penguasaan siswa terhadap pelajaran matematika masih tergolong rendah, menurut keterangan yang diperoleh dari guru tersebut rata-rata nilai matematika siswa kelas III SD Negeri 14 Kendari pada semester II tahun 2006 yaitu 5,7 dan nilai rata-rata tes awal yaitu 5,93 menunjukkan bahwa prestasi siswa matematika khususnya pada pokok bahasan pengenalan pecahan masih tergolong rendah karena masih dibawah standar minimal 6,0 (Anonim, 2004:22).
Pada umumnya proses pembelajaran yang digunakan adalah dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dan pembelajarannya didominasi oleh guru dan sedikit sekali melibatkan siswa. Sejalan dengan itu Yuwono (2001:2) mengemukakan bahwa pengajaran matematika secra konvensional mengakibatkan siswa bekerja secara prosedural dan memahami matematika tanpa penalaran, selain itu interaksi antara siswa selama proses belajar mengajar sangat kurang.
Pada pembelajaran matematika di SD Negeri 14 Kendari, guru kurang memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri konsep-konsep matematika, siswa hanya menyalin apa yang dikerjakan oleh guru. Selain itu siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan ide dan mengkonstruksi sendri dalam menjawab soal latihan yang diberikan oleh guru.
Masalah yang telah dikemukakan di atas, guru SD Negeri 14 Kendari perlu melakukan perbaikan proses pengajaran. Salah satunya dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa untuk mengembangkan potensi secara maksimal melalui penelitian tindakan kelas. Pendekatan pembelajran yang dapat diterapkan oleh guru dalam mengajarkan matematika adalah pendekatan RME (Realistic Mathematic Education), karena pendekatan pembelajaran ini dapat mendorong keaktifan, membangkitkan minat dan kreativitas belajar siswa agar dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Pendekatan RME adalah merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang landasan filosofinya sejalan dengan falsafah konstruktivis yang menyebutkan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi dari seseorang yang sedang belajar (Marpaung, 2001:3). Dalam hal ini pembelajaran dengan pendekatan RME siswa didorong untuk aktif bekerja bahkan diharapkan untuk mengkonstruksi atau membangun sendiri konsep-konsep matematika, dengan demikian RME berpotensi untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa SD Negeri 14 Kendari.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis mencoba melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul: “Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas III SD Negeri 14 Kendari Pada Pokok Bahasan Pengenalan Pecahan Melalui Pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah dengan menggunakan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education), prestasi belajar matematika siswa kelas III SD Negeri 14 Kendari pada pokok bahasan pengenalan pecahan dapat meningkat?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah “Untuk meningkatkan prestasi belajar matematika pada materi pengenalan pecahan siswa kelas III SD Negeri 14 Kendari dengan menggunakan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education)”.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi guru: dapat memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran matematika di kelas sehingga permasalahan yang dihadapi oleh siswa maupun oleh guru dapat diminimalkan.
2. Bagi siswa: dapat meningkatkan prestasi belajar matematikanya, khususnya pada pokok bahasan pengenalan pecahan.
3. Bagi sekolah: hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Proses Belajar Mengajar Matematika
Untuk memahami pengertian proses belajar mengajar matematika, kita uraikan dulu istilah proses, belajar, mengajar dan matematika.
Proses dalam pengertiannya disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar-mengajar yang satu sama lain saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000: 5).
Slameto (1988: 2), mengemukakan definisi belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya.
Definisi lain dikemukakan oleh Winkel (1984: 136) bahwa belajar adalah suatu aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan pengetahuan-pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap serta perubahan itu bersifat relative konstan dan berbekas.
Menurut Hamalik (2001: 27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Selanjutnya Usman (1993: 4) mengemukakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Pendapat lain dikemukakan oleh Sudjana (1991: 5) bahwa belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan.
Berdasarkan beberapa definisi belajar di atas maka dapat dirumuskan definisi belajar yaitu proses perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan-perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skill), atau dalam ketiga aspek yakni pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan dasar (Psikomotor).
Mengajar pada umumnya adalah usaha guru untuk menciptakan kondisi-kondisi atau menata lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara murid dengan lingkungan, termasuk guru, alat pelajaran an sebagainya yang disebut proses belajar, sehingga tercapai tujuan pelajaran yang telah ditentukan (Nasution, 1994: 43). Selanjutnya Tirtarahardjo (2000: 51) menyatakan bahwa mengajar diartikan sebagai aktifitas mengarahkan, memberikan kemudahan bagaimana cara menentukan sesuatu (bukan memberi sesuatu) berdasarkan kemampuan yang dimiliki pelajar.
Hudoyo (1979: 107) mengemukakan pengertian mengajar bahwa mengajar adalah suatu proses antara guru dengan siswa dimana guru mengharapkan siswanya dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang benar-benar dipilih oleh guru.
Jadi, mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan, mendorong dan memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajarnya.
Matematika merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pikiran untuk mengingat dan mengenal kembali semua aturan-aturan yang ada dan harus dipenuhi untuk menguasai materi yang dipelajari (Hamzah, 2002 : 60). Selanjutnya Djaali mendefinisikan matematika bahwa matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang ruang dan bilangan, ia sering dilukiskan sebagai suatu kumpulan sistem matematika yang mempunyai struktur tersendiri dan bersifat deduktif. Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur dan hubungannya yang teratur menurut aturan yang logik (Anonim, 1991 : 59).
Belajar matematika merupakan belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan-bahan yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan diantara konsep dan struktur tersebut (Karso, 1994: 40).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa, dimana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam mempelajari matematika, sedangkan guru dalam mengajar harus pandai mencari pendekatan pembelajaran yang akan membantu siswa alam kegiatan belajarnya.
Selanjutnya, dalam proses belajar mengajar matematika, pengajar seyogyanya memahami teori-teori tentang belajar dan penguasaan materi pengajaran harus dipenuhi oleh seorang pengajar sehingga belajar matematika bermakna bagi siswa. Proses belajar mengajar matematika akan terlihat bila terjadi interaksi dua arah antara pengajar/guru dan peserta didik/siswa.
B. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan RME
1. Pengertian RME
RME diperkenalkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973. RME sudah melalui proses ujicoba dan penelitian lebih dari 25 tahun, implementasinya telah terbukti berhasil merangsang penalaran an kegiatan berpikir siswa.
RME adalah suatu pendekatan dimana matematika dipandang sebagai suatu kegiatan manusia (Freudental, 1973, Treffers, 1987, De moor, 1994 dalam Ahmad Fauzan 2001: 1).
Kata realistik diambil dari salah satu diantara empat pendekatan dalam pendidikan matematika. Menurut klasifikasi Treffers yaitu mekanistik, empirik, strukturalistik dan realistik. (Marpaung, 2001 : 2). Mekanistik artinya cara mengerjakan suatu masalah secara teratur, empirik artinya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, strukturalistik artinya cara menyusun suatu konsep atau unsur-unsur dengan pola tertentu dan realistik artinya bersifat nyata. Pada pendidikan matematika dua komponen matematisi yaitu matematisi horizontal dan matematisi vertikal. Perbedaan dari keempat pendekatan itu ditentukan sejauh mana mereka memuat/menggunakan kedua komponen itu. Pendekatan strukturalistik lebih menekankan struktur dalam suatu cabang matematika yaitu mempelajari matematika alam arah vertikal. Pendekatan realistik selain mempelajari dalam arah vertikal juga mempelajari dalam arah horizontal yaitu hubungan antara konsep-konsep dalam beberapa cabang matematika. Pendekatan mekanistik tidak memuat kedua komponen matematisi itu, sedangkan pendekatan empirik hanya memuat komponen horizontal saja.
Pembelajaran Matematika Realistik di sekolah dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah yang nyata atau yang telah dikuasai atau dapat dibayangkan dengan baik oleh siswa dan digunakan sebagai sumber munculnya konsep atau pengertian-pengertian matematika yang semakin meningkat. Jadi pembelajaran tidak mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan contoh-contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan “seolah-olah ditemukan kembali” oleh siswa (Soedjadi, 2001: 2). Jelas bahwa dalam pembelajaran matematika realistik siswa ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan agar dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.
Menurut Gravermeijer (dalam Asikin, 2001: 4), menjelaskan bahwa ide utama dari RME adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Usaha untuk membangun kembali ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Realistik alam pengertian bahwa tidak hanya situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka bayangkan (Heuvel, dalam Asikin, 2001: 4).
2. Ciri Pendekatan RME
Dalam pendidikan matematika dua komponen matematisi yaitu matematisi horizontal dan matematisi vertikal. Matematisi horizontal menunjuk pada proses transformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari kebahasa matematika. Sedangkan matematisi vertikal adalah proses dalam matematika itu sendiri. Pendekatan realistik selain alam arah vertikal juga mempelajari dalam arah horizontal sehingga pada pendekatan realistik langkah-langkah memahami suatu masalah dengan melalui teranslasi timbal balik dari bentuk-bentuk representasi enaktif, ikonok dan simbolik, serta pengertian dalam matematika (Marpaung, 2001: 3).
Menurut Yuwono (2001 : 3), pembelajaran yang berorientasikan pada RME dapat dicirikan oleh: (a) Pemberian perhatian yang besar pada “reinvention” yakni siswa diharapkan dapat membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing; (b). Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkrit atau dari sekitar siswa; (c). Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu engan siswa yang lainnya; (d). Hasil pemikiran siswa di konfrontir dengan hasil pemikiran siswa yang lainnya.
Ciri lain dari RME yaitu (1) Matematika adalah kegiatan aktivitas manusia. (2) Belajar matematika merupakan proses belajar melalui “reinvention”.. Dengan perkataan lain landasan filosofis matematika dekat dengan filsafat konstruktivisme yang menyebutkan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi dari seorang yang sedang belajar (Suparno, 1997: 5).Ini berarti pendekatan RME dilandasi oleh pandangan bahwa siswa harus aktif tidak boleh pasif
[
Siswa harus aktif mengkonstruksi pengetahuan mereka. Guru berperan sebagai fasilitator artinya siswa harus didorong dan diberi keluasan untuk mengekspresikan jalan pikirannya, menyelesaikan masalah menurut idenya sendiri, mengkomunikasikannya pada saat belajar dari ide teman-temannya (Marpaung, 2001: 3).
Menurut Fauzan, (2001: 2), pembelajaran yang menggunakan pendekatan RME dicirikan oleh beberapa hal antara lain:
1) Matematika dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.(contextual problems) merupakan bagian yang esensial.
2) Belajar dengan matematika berarti bekerja dengan matematika.
3) Siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika dibawa bimbingan orang dewasa (guru).
4) Proses belajar mengajar berlangsung secara interaktif dan siswa menjadi fokus dari semua aktifitas di kelas.
5) Aktivitas yang dilakukan meliputi; menemukan masalah-masalah kontekstual (looking for problems), memecahkan masalah (solving problems) dan mengorganisir bahan belajar.
Dalam RME juga mengkaji tentang materi apa yang akan diajarkan kepada siswa beserta rasionya, bagaimana siswa belajar matematika, bagaimana topik-topik matematika seharusnya diajarkan serta bagaimana menilai kemajuan belajar siswa.
Karakteristik RME yaitu; (1) Menggunakan masalah kontekstual;
(2) Menggunakan model; (3) Menggunakan kontribusi siswa; (4) Interaktivitas; (5) Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (Asikin, 2001: 3). Berdasarkan karakteristik tersebut maka RME itu bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual dari sana siswa membahas pematematikaan masalah tersebut kemudian menyelesaikanya secara matematis.
3. Pembelajaran dengan Menerapkan Pendekatan RME
Pendekatan realistik selain mempelajari dalam arah vertikal juga mempelajari dalam arah horizontal. Menurut De Lenge dalam Yuwono (2001: 3 – 4), dalam arah horizontal meliputi pembuatan skema, merumuskan dan menggambarkan masalah dalam cara yang berbeda, menemukan hubungan-hubungan dan keterkaitan, mengingat aspek-aspek yang serupa dalam masalah yang berbeda, merumuskan masalah nyata dalam model matematika yang telah dikenal. Sedangkan aktivitas yang merupakan pematematikaan vertikal mengharuskan dan memperbaiki model, menggunakan model yang berbeda, memadukan dan mengkombinasikan beberapa model, membuktikan keteraturan, merumuskan konsep matematika yang baru dan perapatan.
Menurut De Lange (1998) dan Van den Heuvel – Panhuizen (1998) dalam Yuwono (2001: 3) mengungkapkan bahwa RME adalah pembelajaran matematika yang mengacu pada konstruktivis sosial dan dikhususkan pada pendidikan matematika. Dalam pandangan RME atau PMR (Pengajaran Matematika Realistik), pengembangan suatu matematika dimulai oleh siswa secara mandiri berupa kegiatan eksplorasi sehingga memberikan peluang pada siswa untuk berkreasi mengembangkan pemikirannya. Pengembangan konsep berawal ari intuisi siswa dan menggunakan strateginya masing-masing dalam memperoleh suatu konsep. Guru diharapkan tidak tergesa-gesa untuk menyampaikan pemikirannya kepada siswa tentang suatu hal yang dibahas. Bila ada suatu materi dirasa sulit, siswa dapat membentuk kelompok kecil, sehingga terjadi negosiasi antara siswa dalam mendiskusikan materi yang sulit tersebut. Jadi peranan guru hanya sebagai fasilitator atau pendamping yang akan meluruskan arah pemikiran siswa, sekiranya jalan pemikiran siswa jauh melenceng dari pokok bahasan yang dipelajari.
Dalam pembelajaran matematika realistik, bentuk dominasi guru perlu sekali dikurangi, antara lain dengan menunjukkan kebenaran cara-cara yang digunakan siswa. Siswa yang menggunakan cara sendiri dan benar perlu dihargai, mungkin dengan memberitahukannya atau mendiskusikannya kepada seluruh kelas. Dengan memperhatikan fenomena yang ada di dalam kelas akan terbentuk proses pembelajaran matematika yang tidak berorientasi kepada guru tetapi beralih pada pembelajaran matematika yang berorientasi kepada siswa bahkan berorientasi kepada masalah (Soedjadi, 2001: 3).
Menurut Marpaung (2001: 3 – 4) Pendekatan RME bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya artinya siswa bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain, guru membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka.
Dalam mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan pendekatan realistik, model tersebut harus merepresentasikan karakteristik RME baik pada tujuan, materi, metode dan evaluasi. (Asikin, 2001 : 5).Dalam pembelajaran melalui pendekatan realistik dapat juga digunakan metode ceramah tetapi tidak digunakan secara terus menerus. Selain itu pula dapat diselingi dengan metode pemecahan masalah, metode diskusi, belajar kelompok, belajar individual cooperative learning, siswa menjelaskan kepada temannya, siswa yang membuat siswa dan meminta temannya yang mengerjakan lalu rotasi (Marpaung, 2001: 10)
Dalam pembelajaran matematika realistik, kegiatan inti diawali dengan masalah kontekstual, siswa aktif, siswa dapat mengeluarkan ide-idenya, siswa mendiskusikan dan membandingkan jawabannya dengan temannya. Dimana guru memfasilitasi diskusi dengan teman sebangkunya dan mengarahkan siswa untuk memilih suatu jawaban yang benar. Selanjutnya guru dapat meminta beberapa siswa untuk mengungkapkan jawabannya. Melalui diskusi kelas jawaban siswa dibahas/dibandingkan. Dan guru membantu menganalisa jawaban-jawaban siswa. Jawaban siswa mungkin salah semua, mungkin benar semua atau sebagian benar sebagian salah. Jika jawaban benar maka guru hanya menegaskan jawaban tersebut. Jika jawaban salah guru secara tidak langsung memberitahu letak kesalahan siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa yang menjawab soal atau siswa lainnya. Selanjutnya siswa dapat memperbaiki jawabannya dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.
Adapun sintaks implementasi matematika realistik adalah:
(Suharta dalam Kadir,2005: 10).
C. Pengertian Pecahan
Pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari suatu keseluruhan, bagian dari suatu daerah, bagian dari suatu benda, atau bagian dari suatu himpunan (ST.Negoro, B.Harahap, 1998: 260). Sejalan dengan pendapat tersebut, Sunardi dan Heryanto (1997:57) pada pecahan a/b, a disebut pembilang dan b disebut penyebut pecahan tersebut, yang masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Ruseffendi, E.T. dalam Muzuria (2004: 9), bilangan pecahan adalah suatu bilangan yang berbentuk
Ini berkaitan dengan kata desimal berasal dari bahasa latin”decem” yaitu sepuluh.
Selanjutnya kita menggunakan jenis bilangan yang disebut pecahan, apabila kita membicarakan bagian-bagian benda atau bagian-bagian himpunan atas beberapa bagian yang sama. Oleh karena itu bilangan pecahan dapat diragakan dari suatu bagian dari keseluruhan suatu himpunan atau suatu benda.
1. Pecahan yang didasarkan atas pembagian benda, misalnya :
Sebuah balok yang mewakili bidang suatu satuan
Sebuah balok di atas dianggap suatu satuan, artinya balok itu menunjukkan atau mewakili bidang satu. Apabila balok itu di potong menjadi dua bagian yang sama panjang, maka tiap-tiap bagian itu menunjukkan pecahan setengah atau seperdua, artinya 1 bagian dari 2 bagian yang sama.
Membandingkan dua pecahan dengan memberi tanda <,=,atau > agak sukar, sebab itu kita perlu mengetahui teknik-teknik meragakan atau merubah simbol pecahan sehingga mudah untuk diurutkan.
Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi materi yang akan diajarkan di kelas III pada semester genap pada tahun ajaran 2007/2008 mengenai pengenalan pecahan yang terdiri atas; (a) pengenalan pecahan sederhana, (b) membaca dan menulis lambang pecahan, (c) penyajian nilai pecahan dengan menggunakan berbagai bentuk gambar, (d) membilang dan menulis pecahan dalam bentuk kata-kata dan dalam bentuk lambang, (e) membandingkan dua pecahan, dari keseluruhan ini akan disajikan dengan menggunakan pendekatan RME (Realistic Mathematic Education). Materi pengenalan pecahan akan disajikan sebanyak 24 jam pelajaran, 1kali pertemuan 2 jam pelajaran. Dimana dari sub pokok bahasan pertama dan sub pokok bahasan terakhir akan disajikan dalam 6 kali pertemuan.
D. Prestasi Belajar Matematika
Prestasi belajar merupakan suatu ukuran keberhasilan siswa setelah mengalami proses belajar. Menurut Nasution (1990: 21) prestasi belajar adalah hasil belajar dari suatu individu, individu tersebut berinteraksi secara aktif dan positif dengan lingkungannya. Selanjutnya Sukardi (1998: 51) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan usaha belajar yang dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Pendapat lain tentang prestasi belajar dikemukakan oleh Winkel (1987: 17) yang menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan suatu kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan kemungkinan orang itu melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dengan demikian, maka prestasi belajar matematika adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam selang waktu tertentu. Prestasi belajar matematika merupakan patokan yang dapat menunjukkan kemampuan siswa dan dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan keberhasilan pendidikan.
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah: “Bila digunakan pendekatan RME dalam proses belajar mengajar maka, prestasi belajar matematika siswa kelas III SD Negeri 14 Kendari pada pokok bahasan pengenalan pecahan dapat di tingkatkan”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian tindakan kelas. Karakteristik yang khas dalam penelitian tindakan kelas yakni adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas (Muhtar, 2000:7).
B. Setting penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2007/2008 di kelas III SD Negeri 14 Kendari.
C. Faktor yang Diselidiki
Untuk menjawab permasalahan di atas, ada beberapa faktor yang diselidiki. Faktor-faktor yang diselidiki tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor siswa: yaitu dengan memperhatikan apakah prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan pengenalan pecahan dapat meningkat dengan menggunakan pendekatan RME..
2. Faktor guru: yaitu dengan memperhatikan bagaimana persiapan materi pelajaran dengan menerapkan pendekatan pembelajaran RME.
3. Faktor sumber pendukung: yaitu apakah sumber pelajaran yang digunakan dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 3 siklus. Tiap siklus yang diteliti disesuaikan dengan perubahan yang ingin dicapai seperti apa yang telah didesain dalam faktor yang diselidiki. Sebagai penjajakan awal maka terlebih dahulu diadakan tes diagnosa yang berfungsi sebagai evaluasi awal. Sedangkan observasi awal adalah untuk mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada pokok bahasan pengenalan pecahan.
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini mengikuti prosedur berikut:
(1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan (3) observasi (4) evaluasi, dan
(5) refleksi.
1. Perencanaan, adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi:
a. Membuat skenario pembelajaran.
b. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas ketika pendekatan pembelajaran RME diterapkan.
c. Menyiapkan alat bantu mengajar yang diperlukan untuk membantu siswa memahami konsep-konsep matematika dengan baik.
d. Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi telah dikuasai siswa.
e. Membuat jurnal, untuk mengetahui refleksi diri.
2. Pelaksanaan tindakan, kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pengamatan terhadap kegiatan guru dan siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
3. Observasi, kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat, dilakukan sejak awal hingga akhir penelitian.
4. Evaluasi, dilakukan pada setiap akhir siklus. Evaluasi bertujuan untuk melihat apakah pemahaman belajar matematika siswa dapat meningkat dengan menggunakan pendekatan RME.
5. Refleksi, pada tahap ini hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dikumpulkan dan dianalisis. Dalam tahap ini, kelemahan dan kekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya akan diperbaiki pada siklus berikutnya.
E. Data dan Cara Pengambilannya
1. Sumber data: yaitu personil penelitian terdiri dari siswa dan guru.
2. Jenis data: jenis data yang didapatkan adalah kuantitatif dan kualitatif melalui lembar observasi, tes hasil belajar dan jurnal.
3. Cara pengambilan data;
a. Data tentang kondisi pelaksanaan pembelajaran kaitannya dengan menggunakan lembar observasi.
b. Data tentang prestasi diambil dengan menggunakan tes hasil belajar
c. Data tentang refleksi diri dengan menggunakan jurnal
F. Indikator Kerja
Indikator keberhasilan bagi siswa dalam penelitian tindakan kelas ini adalah jika minimal 85% siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan RME dapat memperoleh nilai lebih besar sama dengan 6,5 (Ketentuan sekolah).Sedangkan indikator kerja yang berkaitan dengan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran bagi guru, berhasil melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan RME jika minimal 85% skenario pembelajaran yang dibuat telah dilaksanakan.
G. Rancangan dan Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Rancangan model penelitian tindakan yang mengikuti bagan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu sebagai berikut:
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kegiatan Pendahuluan
Penelitian ini diawali dengan kegiatan observasi awal dan wawancara singkat dengan guru kelas III SD Negeri 14 Kendari Kota Kendari pada tanggal 23 April 2007. Berdasarkan hasil observasi awal, diketahui bahwa dalam proses belajar mengajar matematika siswa SD Negeri 14 Kendari khususnya kelas III selama ini hanya mendengar, mencatat dan mengerjakan latihan soal yang diberikan guru karena guru masih menggunakan metode konvensional. Hasil wawancara dengan guru menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa terutama bidang studi matematika kelas III masih relatif rendah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya perbaikan pembelajaran sehingga disepakati dan diputuskan untuk melaksanakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa agar lebih aktif dan kreatif dalam meningkatkan pembelajarannya yaitu dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) pada pokok bahasan Pengenalan Pecahan pada Kelas III SD Negeri 14 Kendari Kecamatan Kendari Kota Kendari.
Setelah itu dilakukan tes diagnosa awal yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi pecahan dan nilai tes awal tersebut dijadikan acuan untuk mengetahui kemampuan pemahaman matematika siswa kelas III SD Negeri 14 Kendari sebelum diterapkannya pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).
Butir soal tes diambil dari materi pengenalan pecahan yang telah diajarkan sebelumnya (Lampiran 5). Berdasarkan hasil tes awal tersebut (Lampiran 2), dari 30 orang siswa yang ikut tes diperoleh hasil bahwa baru 53,33% siswa yang memperoleh nilai lebih besar sama dengan 6,5 atau 16 siswa dengan rata-rata 5,93. Dari hasil tes awal tersebut jawaban siswa sebagian besar belum tepat, baru sebagian kecil yang menjawab benar. Hal ini memberikan gambaran bahwa pemahaman siswa terhadap materi pengenalan pecahan masih kurang.
2. Tindakan Siklus 1
a. Perencanaan
Setelah ditetapkan untuk menerapkan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME), maka kegiatan selanjutnya adalah menyiapakan beberapa hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan tindakan siklus 1, dimana proses belajar mengajar dilaksanakan dua kali pertemuan (2 x 30 menit). Proses perencanaan yang dilakukan meliputi:
1) Membuat rencana pembelajaran untuk tindakan siklus 1
2) Membuat lembar observasi terhadap guru dan siswa selama pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas
3) Membuat/menyediakan alat bantu pembelajaran yang diperlukan dan dapat berguna untuk memudahkan siswa memahami konsep matematika yang diajarkan
4) Membuat alat evaluasi yang berupa LKS yang diberikan pada siswa tiap pertemuan sebagai upaya membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi
5) Merancang alat evaluasi untuk tes tindakan siklus 1
6) Membuat jurnal untuk refleksi diri.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini, siswa telah siap belajar dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dan dilaksanakan sesuai rencana pembelajaran yang telah dibuat (Lampiran 4). Materi yang diajarkan pada pertemuan pertama siklus 1 adalah mengingat kembali pecahan-pecahan sederhana seperti setengah, sepertiga, dan seperempat. Sedangkan pada pertemuan kedua siklus 1 materi yang diajarkan adalah mencoba memecahkan masalah menggunakan pecahan sederhana dengan menggunakan alat bantu pembelajaran.
Kegiatan yang dilakukan setiap pertemuan pada siklus 1 adalah diawali dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini dilakukan agar siswa memiliki gambaran jelas tentang pengetahuan yang akan diperoleh setelah proses belajar mengajar berlangsung. Selanjutnya memberi motivasi agar siswa bersemangat untuk belajar matematika serta mengingatkan materi persyarat yang harus dikuasai sebelum mempelajari materi baru.
Proses pembelajaran pada siklus 1 pertemuan 1, diawali dengan guru memberikan masalah kontekstual yang sedang dipelajari, (Lampiran 4), kemudian siswa dibentuk dalam 6 kelompok setiap kelompok berjumlah 5 orang, sehingga siswa dapat belajar bekerjasama dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, sedangkan guru membimbing siswa dalam kelompok, terutama kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas. Setelah siswa menyelesaikan masalah maka dua orang siswa yang mewakili kelompoknya masing-masing diminta untuk mempresentasekan jawaban kelompoknya di depan kelas sesuai dengan cara mereka masing-masing.
Siswa memresentasekan pekerjaannya dengan cara memperagaakan alat bantu yang telah disediakan dan menjawab langsung masalah yang diberikan oleh guru di papan tulis. Pada saat kegiatan ini berlangsung, empat siswa atau dua kelompok yang menjawab benar diberikan penghargaan untuk memberikan motivasi kepada siswa lainnya. Setelah itu, guru kemudian menjelaskan pengenalan pecahan sederhana. Materi yang diajarkan dikaitkan dengan realitas/lingkungan sesuai dengan tujuan dari pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).
Pada pertemuan ke-2, siswa tidak dibagi lagi dalam beberapa kelompok kecil, tetapi siswa ditugaskan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan secara individu dapat dilihat pada lampiran 4. Siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri dan guru memberikan bimbingan kepada siswa terutama yang mengalami kesulitan menyelesaikan masalah trersebut. Materi yang diajarkan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sesuai dengan pendekatan RME. Kegiatan selanjutnya adalah siswa diminta untuk mendiskusikan jawabannya dengan jawaban sebangkunya serta menampilkan hasil pekerjaannya di papan tulis, sedangkan siswa yang lain diberi kesempatan untuk memberikan pertanyaan atau tanggapan tentang jawaban tersebut. Melalui diskusi kelas jawaban siawa dibahas/dibandingkan, sedangkan guru membantu siswa menganalisa dan mengevaluasi hasil pekerjaan siswa. Kegiatan selanjutnya siswa merumuskan bentuk matematika formal. Kegiatan akhir dari setiap pertemuan adalah siswa bersama dengan guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari, kemudian memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengobservasi jalannya pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi untuk guru dan siswa (Lampiran 3).
c. Observasi
Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus 1, yakni melihat apakah pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) telah sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Selain itu, perlu dilihat aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar yang meliputi perhatian siswa terhadap informasi yang diberikan, kemampuan siswa selama menemukan penyelesaian masalah, keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan atau mengeluarkan pendapat.
Hasil observasi terhadap guru menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
1) Pada pertemuan, guru memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih memperhatikan materi pembelajaran.
2) Guru tidak mengaitkan materi pembelajaran dengan materi pembelajaran sebelumnya.
3) Guru telah menggunakan alat bantu yakni benda-benda nyata yang ada di sekitar siswa yang terkait dengan materi pelajaran yang akan disampaikan.
4) Guru sudah mengarahkan kelompok yang mengalami kesulitan dengan baik dan sudah memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti, tetapi peranan guru pada saat presentasi masih dominan, dimana siswa terlalu banyak diarahkan untuk dapat menemukan jawaban yang tepat.
5) Pemanfaatan waktu yang kurang efisien sehingga guru tidak mengarahkan siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran.
Hasil observasi terhadap siswa antara lain menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1) Pada pertemuan pertama, siswa kurang memperhatikan penjelasan dari guru akibat kurangnya motivasi dari guru. Selain itu siswa kurang memperhatikan penjelasan guru karena mereka merasa asing dengan metode pembelajaran yang baru ini.
2) Masih kurangnya siswa yang mengajukan pertanyaan terhadap masalah yang mereka tidak tahu serta tidak memahami masalah yang diberikan.
3) Sebagian besar siswa lupa akan materi yang pernah mereka pelajari sebelumnya
4) Kurangnya pendapat yang dikemukakan oleh siswa karena siswa belum memahami betul materi yang diajarkan
5) Kurangnya kerjasama dalam kelompok, dimana masih banyak siswa yang hanya mengharapkan jawaban dari teman kelompoknya.
d. Evaluasi
Setelah pelaksanaan tindakan siklus 1 selama 2 kali pertemuan, diadakan evaluasi atau tes tindakan siklus 1 yang bertujuan untuk melihat peningkatan kemampuan pemahaman siswa terhadap materi pengenalan pecahan sederhana. Hasil tes tindakan siklus 1 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pengenalan pecahan sederhana jika dibandingkan dengan hasil tes awal, yaitu dari 53,33% atau sebanyak 16 orang siswa yang memperoleh nilai lebih besar sama dengan mengalami peningkatan menjadi 60,00% atau 18 orang siswa pada siklus 1 ini dengan rata-rata 6,48. Walaupun terjadi peningkatan, namun peningkatan tersebut belum mencapai indikator keberhasilan sehingga perlu dilanjutkan dengan tindakan siklus 2.
e. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus 1 menunjukkan hasil bahwa belum mencapai indikator keberhasilan kinerja yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dikatakan bahwa pelaksanaan tindakan siklus 1 belum sempurna, dimana kegiatan guru baru mencapai 88,46% dan kegiatan siswa 38,46%. Kendala umum yang dihadapi adalah belum sepenuhnya siswa memperhatikan materi yang diajarkan oleh guru, akibatnya masih banyak konsep matematika yang belum dipahami siswa. Selain itu, pada saat siswa belajar kelompok dimana sebagian besar siswa belum dapat berdiskusi dengan baik dan guru masih dominan pada saat siswa mempresentasekan hasil kerja kelompoknya.
Faktor lain yang diketemukan adalah guru belum dapat memanfaatkan waktu seefisien mungkin sehingga mengakibatkan pada akhir proses belajar mengajar tidak dapat mengarahkan siswa untuk mengambil kesimpulan atas materi yang telah diajarkan serta tidak sempat memberikan tugas rumah.
3. Tindakan Siklus 2
a. Perencanaan
Pelaksanaan siklus 2 didasarkan pada hasil observasi, evaluasi dan refleksi pada siklus 1 yang belum memenuhi indikator keberhasilan pembelajaran, sehingga diharapkan pada siklus 2 ini, kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh guru dan siswa dapat diminimalisir. Adapun hal-hal yang dilakukan dalam rangka memperbaiki kekurangan-kekurangan pada siklus 1 adalah:
1) Guru harus menyampaikan secara tegas tujuan pembelajaran dan pengetahuan prasyarat yang akan digunakan dalam materi yang akan diajarkan pada awal pembelajaran berlangsung.
2) Pemanfaatan waktu yang harus lebih efisien, sehingga apa yang telah direncanakan dalam rencana pembelajaran dapat berhasil sesuai dengan yang telah ditetapkan
3) Pemberian kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang paling tidak dimengertinya.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini, guru kembali berusaha untuk melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat serta guru melaksanakan tindakan perbaikan-perbaikan sebagaimana yang telah direncanakan pada tahap perencanaan siklus 2.
Selama proses pelaksanaan tindakan, peneliti kembali mengobservasi guru dan siswa, apakah proses belajar mengajar yang dilakukan sudah sesuai dengan rencana pembelajaran atau belum.
Pada siklus 2 ini, diawali dengan mempertegas penyampaian tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini dilakukan agar siswa memiliki gambaran jelas tentang pengetahuan yang akan diperoleh setelah proses belajar mengajar berlangsung. Selanjutnya memberi motivasi agar siswa bersemangat untuk belajar matematika serta mengingatkan kembali materi persyarat yang harus dikuasai sebelum mempelajari materi baru. Hal ini merupakan pengalaman yang terjadi pada tahap siklus 1 sebelumnya, dimana hal-hal tersebut diatas kurang dirasakan oleh siswa.
c. Observasi
Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus 2, dimana telah terjadi peningkatan dibandingkan pada siklus 1 sebelumnya. Hasil observasi terhadap guru menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
1) Guru sudah menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
2) Guru lebih tegas menegur siswa yang kurang memperhatikan pelajaran
3) Pengelolaan waktu sudah lebih efisien dimana siswa dan guru dapat menyimpulkan materi pembelajaran di akhir proses belajar mengajar
4) Siswa mulai menanyakan hal-hal yang belum dimengertinya, dimana guru memberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya
5) Namun pada tahap ini guru kurang memotivasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar serta kurangnya bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan latihan yang diberikan.
Hasil observasi terhadap siswa antara lain menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1) Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru
2) Siswa mulai berani menanyakan hal-hal yang tidak dimengertinya
3) Siswa masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan latihan
4) Siswa mampu menyimpulkan materi pembelajaran di akhir proses belajar mengajar berlangsung.
d. Evaluasi
Setelah pelaksanaan tindakan siklus 2 selama 2 kali pertemuan yang membahas masalah pengenalan membaca dan menulis lambing bilangan pecahan, kembali diadakan evaluasi untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman siswa terhadap materi matematika. Hasil tes siklus 2 menunjukkan telah terjadi peningkatan pemahaman siswa terhadap materi dibanding dengan siklus 1 yaitu dari 60,00% siswa yang telah memperoleh nilai lebih besar sama dengan 6,5 menjadi 73,33% atau sebanyak 22 siswa yang telah memperoleh nilai lebih besar sama dengan 6,5. Berdasarkan hasil tes ini, walaupun terjadi peningkatan tetapi belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan sehingga perlu dilanjutkan pada siklus 3 (Lampiran 2).
e. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus 2 menunjukkan hasil bahwa belum mencapai indikator keberhasilan kinerja yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dikatakan bahwa pelaksanaan tindakan siklus 2 belum sempurna, dimana kegiatan guru baru mencapai 92,85% dan kegiatan siswa 76,92%. Hal-hal yang masih perlu diperhatikan adalah bimbingan terhadap siswa yang masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan latihan dan motivasi terhadap siswa perlu ditingkatkan agar siswa tidak merasa malu untuk menanyakan hai-hal yang belum dimengertinya. Kelemahan-kelemahan pada siklus 2 ini akan diperbaiki pada siklus 3 selanjutnya.
4. Tindakan Siklus 3
a. Perencanaan
Bertitik tolak dari hasil observasi, evaluasi dan refleksi pada siklus 2 yang belum memenuhi indikator keberhasilan pembelajaran, sehingga diharapkan pada siklus 3 ini, kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh guru dan siswa dapat diminimalisir dan diperbaiki serta diharapkan penerapan pendekatan RME dapat lebih baik dari sebelumnya.
Pada tindakan siklus 3 ini peneliti perlu membuat rencana pembelajaran untuk tindakan siklus 3 sebagaimana yang sudah dilakukan pada siklus-siklus sebelumnya, membuat lembar observasi terhadap guru dan siswa, menyiapkan alat bantu belajar, membuat LKS dan alat evaluasi untuk tes tindakan siklus 3.
Adapun hal-hal yang dilakukan dalam rangka memperbaiki kekurangan-kekurangan pada tindakan siklus 2 adalah:
1) Guru harus selalu memberikan bimbingan dalam mengerjakan latihan soal, khususnya bagi siswa yang kurang mengerti
2) Guru harus lebih memotivasi siswa agar siswa lebih percaya diri dan tidak perlu malu untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat-pendapatnya
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini, guru kembali berusaha untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya untuk pelaksanaan siklus 3. Materi yang diajarkan pada tindakan siklus 3 ini adalah membandingkan dua pecahan.
Sebagaimana pada siklus 1, pada siklus 3 pertemuan 1 ini siswa kembali dibagi dalam beberapa kelompok kecil, siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas, sedangkan guru membimbing siswa dalam kelompok, terutama kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas. Setelah siswa menyelesaikan masalah yang diberikan, maka siswa diminta mempresentasekan jawaban mereka di depan kelas sesuai cara mereka sendiri, dan setelah jawaban dibahas, guru kemudian menjelaskan konsep yang sedang diajarkan pada saat ini.
Pada pertemuan ke-2 siklus 3 ini, siswa tidak lagi dibagi dalam kelompok, melainkan siswa ditugaskan mengerjakan tugas individu. Kegiatan akhir setiap pertemuan adalah siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari kemudian memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengobservasi jalannya proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi untuk guru dan siswa (Lampiran 3).
c. Observasi
Hasil observasi terhadap guru menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
1) Guru telah mampu melaksanakan scenario pembelajaran dengan baik
2) Guru sudah mengarahkan kelompok yang mengalami kesulitan dengan baik serta memberikan kesempatan pada siswa untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengertinya.
3) Pada saat diskusi, guru memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada siswa untuk mempresentasikan hasil yang diperolehnya dan menemukan jawaban yang benar.
4) Guru juga lebih memotivasi siswa sehingga pada siklus 3 ini, siswa lebih aktif dalam mengajukan pendapat dan pertanyaan.
Hasil observasi terhadap siswa antara lain menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1) Siswa sebagian besar sudah mulai aktif selama proses belajar mengajar berlangsung.
2) Pada saat berdiskusi kelompok, siswa sudah mulai mampu bekerja sama dengan teman kelompoknya untuk menemukan jawaban yang benar
3) Sebagian besar siswa telah mampu menyelesaikan soal-soal latihan yang diberikan guru.
4) Sebagian besar siswa telah mampu mengemukakan pendapat tentang materi yang diajarkan dan tidak canggung lagi menanyakan hal-hal yang dianggap kurang jelas.
d. Evaluasi
Setelah pelaksanaan tindakan siklus 3 selama 2 kali pertemuan yang membahas masalah membandingkan dua bilangan pecahan, maka kembali diadakan evaluasi untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman siswa terhadap materi matematika. Hasil tes siklus 3 menunjukkan terjadi peningkatan pemahaman siswa terhadap materi dibanding dengan siklus 2 yaitu dari 73,33% siswa yang telah memperoleh nilai lebih besar sama dengan 6,5 menjadi 86,67% atau sebanyak 26 siswa yang telah memperoleh nilai lebih besar sama dengan 6,5. Berdasarkan hasil tes ini, terjadi peningkatan dan sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan (Lampiran 2).
e. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus 3 menunjukkan hasil bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) sudah mencapai indikator keberhasilan kinerja yang telah ditetapkan, dimana berdasarkan hasil observasi terhadap kegiatan guru sudah mencapai 100% begitupula dengan hasil observasi terhadap kegiatan siswa, walaupun masih terdapat beberapa siswa yang belum mampu menyelesaikan soal latihan dengan baik dan benar.
Hasil pelaksanaan tindakan siklus 3 yang sudah mencapai indikator keberhasilan hal ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa kelas III SD Negeri 14 Kendari terhadap materi matematika khususnya mengenal pecahan dan permasalahannya mengalami peningkatan dibandingkan siklus-siklus sebelumnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) sudah mencapai indikator keberhasilan kinerja yang telah ditetapkan dianggap telah berhasil dilaksanakan sesuai rencana pembelajaran dengan tiga siklus tindakan dan penelitian ini dihentikan. Dengan demikian, hipotesis tindakan telah dipenuhi yaitu dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) maka pemahaman konsep matematika pada materi pecahan siswa kelas III SD Negeri 14 Kendari dapat ditingkatkan.
B. Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 3 siklus, dimana tiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan yang dilaksanakan sesuai prosedur penelitian. Pada penelitian ini, guru kelas III SD Negeri 14 Kendari yang bertindak sebagai pengajar dan peneliti mengobservasi kegiatan guru dan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
Pada proses belajar mengajar pertemuan pertama (siklus 1 dan siklus 3), siswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil yang heterogen (tingkat kemampuan yang berbeda). Setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang. Sedangkan pada pertemuan-pertemuan lainnya siswa tidak dibagi dalam beberapa kelompok, tetapi siswa berusaha menyelesaikan masalah secara individu. Dengan demikian diharapkan para siswa, atau kelompok siswa datang dengan berbagai alternatif pemecahan soal. Hal ini mendorong adanya diskusi. Cara kerja seperti ini menumbuhkan rasa percaya diri sekaligus menanamkan prinsip demokrasi pada siswa.
Berdasarkan hasil observasi pada tindakan siklus 1, guru dan siswa telah melakukan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME), namun masih terdapat kekurangan-kekurangan yang perlu perbaikan pada siklus-siklus selanjutnya.
Pada awalnya, saat siswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil, proses belajar mengajar belum berjalan dengan baik, dimana terlihat suasana kelas yanggaduh saat pembagian kelompok, sehingga siswa belum dapat bekerja sama dengan teman kelompoknya dalam menyelesaikan soal latihan yang diberikan. Selain itu, nampak pula siswa yang masih ragu dan malu untuk mengemukakan pendapat ataupun mengajukan pertanyaan kepada guru, sehingga guru tidak mengetahui dengan jelas letak kesulitan yang dialami siswa.
Kekurangan lain yakni guru kurang mengorganisasikan waktu dengan baik, guru terlalu banyak memberikan waktu pada siswa untuk bekerja dalam kelompoknya untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Hal ini mengakibatkan kegiatan akhir hanya dilakukan seadanya tanpa mengarahkan siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran dan untuk memberikan pekerjaan rumah pada siswa terpaksa dilaksanakan dengan mengambil jam pelajaran pada bidang studi lain.
Berdasarkan hasil observasi pada tindakan siklus 1, menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan belum sempurna. Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi kegiatan guru dan siswa yang belum mencapai keberhasilan 100%. Ini disebabkan karena uji coba dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) baru pertama kali dilakukan di kelas ini, sehingga guru dan siswa masih merasa asing dengan pendekatan pembelajaran ini.
Hasil evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan siklus 1, nampak adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pecahan setelah diterapkan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Siswa yang memperoleh nilai lebih besar sama dengan 6,5 secara klasikal sebanyak 16 orang siswa atau sekitar 60,00% dengan nilai rata-rata 6,48 meningkat dari hasil yang diperoleh pada tes awal sebelumnya. Dengan melihat kekurangan-kekurangan yang masih ada serta pemahaman siswa terhadap materi pada tindakan siklus 1 yang belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan yakni minimal 85% siswa telah memperoleh nilai lebih besar sama dengan 6,5 maka penelitian dilanjutkan pada tindakan siklus 2.
Pada tindakan siklus 2, pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) kembali dilaksanakan, namun berbeda dengan pertemuan pertama siklus 1. Pada siklus 2 ini siswa tidak dibagi lagi dalam kelompok kecil. Berdasarkan hasil observasi pada tindakan siklus 2, kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran telah meningkat, dimana kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus 1 dapat diperbaiki sedikit demi sedikit. Guru sudah mampu mengalokasikan waktu dengan baik sehingga semua kegiatan yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Selain itu, siswa sudah lebih memperhatikan penjelasan guru, walaupun hanya terdapat beberapa siswa yang mampu dan mau mengajukan pertanyaan jika ada masalah dalam menyelesaikan soal yang diberikan . Hal ini terjadi karena kurangnya bimbingan dan motivasi yang diberikan guru kepada siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada siklus 2, siswa memperoleh nilai lebih besar sama dengan 6,5 sebanyak 22 orang atau 73,33%, ini berarti mengalami peningkatan dibandingkan hasil evaluasi pada siklus 1. Dari hasil tersebut belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sehingga penelitian dilanjutkan kembali pada siklus 3.
Pada tindakan siklus 3 ini masih tetap menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Hasil observasi terhadap guru dan siswa menunjukkan bahwa pada tindakan siklus 3 ini telah berhasil melakukan kegiatan pembelajaran sesuai yang diharapkan, dimana guru telah mampu memberikan bimbingan dan motivasi sebaik mungkin pada siswa sehingga siswa mulai berani untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat.
Berdasarkan hasil evaluasi pada akhir tindakan siklus 3 nampak bahwa siswa yang memperoleh nilai lebih besar sama dengan 6,5 telah mencapai 86,67% atau 26 orang siswa, dimana telah meningkat jika dibandingkan pada saat tes awal yakni sebesar 53,33%.
Dari hasil evaluasi pada pelaksanaan tindakan ketiga siklus yang dilakukan diperoleh bahwa terjadi peningkatan proses pembelajaran terhadap siswa maupun guru. Hal ini terlihat dari hasil observasi terhadap kegiatan guru dan siswa yang sudah mencapai 100%. Bagi siswa yakni dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam proses pembelajaran, dimana dapat terlihat pada kerjasama dengan teman kelompoknya dalam menyelesaikan soal latihan yang diberikan semakin baik. Selain itu siswa semakin berani untuk mengemukakan pendapat ataupun pertanyaan kepada guru, siswa juga semakin termotivasi untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugas dengan baik. Dengan demikian terjadi peningkatan pada pemahaman konsep bagi siswa, ini terlihat pada nilai yang diperoleh siswa lebih besar sama dengan 6,5 yang lebih baik dibandingkan dengan nilai sebelum pelaksanaan tindakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwono (2001 :3), bahwa pembelajaran yang berorientasi pada RME siswa dapat membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing.
Sedangkan bagi guru menunjukkan bahwa telah berhasil melakukan kegiatan pembelajaran sesuai yang diharapkan, dimana guru telah mampu memberikan bimbingan dan motivasi pada siswa serta guru lebih kreatif dan disiplin dalam menggunakan waktu. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dalam proses pembelajaran matematika materi pecahan telah berhasil dengan baik dan berdampak positif bagi pemahaman siswa kelas III SD Negeri 14 Kendari Kecamatan Kendari Kota Kendari terhadap materi yang diajarkan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa kelas III SD Negeri 14 Kendari pada pokok bahasan pengenalan pecahan dapat ditingkatkan melalui pendekatan RME (Realistic Mathematic Education).
B. Saran
1. Bagi sekolah, khususnya SD Negeri 14 Kendari bahwa pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Pengenalan konsep matematika sebaiknya diperkenalkan melalui realita dan konteks tertentu yang diwujudkan dalam kehidupan nyata sehingga siswa akan benar-benar merasakan bahwa konsep matematika yang abstrak dapat dibangun dari fenomena-fenomena alam dan sebaliknya siswa akan merasakan bahwa konsep matematika yang abstrak dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Bagi peneliti yang berminat akan penerapan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME), agar dapat mengembangkan penelitian ini menjadi penelitian dalam wilayah penelitian yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, Mohamad, 2001. Realistic Mathematics Education Prospek dan Alternatif Model pembelajarannya. (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Realistic Matematic Education Universitas Negeri Surabaya).
Fauzan, 2001. Pendidikan Matematika Realistik:Suatu Alternatif Menongsong Otonomi Pendidikan. (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Realistic Matematic Education Universitas Negeri Surabaya).
______,2001. Pengembangan dan Implementasi Prototipe I dan II Perangkat Pembelajaran Geometri untuk Siswa Kelas 4 SD Mnggunakan Pendekatan RME.(Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Realistic Matematic Education Universitas Negeri Surabaya).
Hamalik, Oemar, 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.
Hamzah, 2002. Pembelajaran Matematika I. Universitas Terbuka. Jakarta.
Hudoyo, Herman, 1990. Mengajar Belajar Matematika. Usaha Nasional. Surabaya.
Kadir, dkk.,2005. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa pada Pokok Bahasan Bilangan Cacah an Bilangan Pecahan di Kelas V SD Negeri 32 Poasia Kota Kendari melalui Pendekatan Matematika Realistik. Universitas Haluoleo Kendari.
Karso, 1994. Pendidikan Matematika I.Universitas Terbuka. Jakarta.
Marpaug, Y.,2001. Prospek RME Untuk Pembelajaran Matematika Di Indonesia. (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Realistic Matematic Education Universitas Negeri Surabaya).
Malvinas. Dian,S, 2006. Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas III SDN 15 Baruga Kendari Pada Pokok Bahasan Pecahan melalui Pendekatan RME. (Skripsi).Universitas Haluoleo. Kendari.
Nasution, 1990. Berbagai Pendekatan dalam Proses belajar Mengajar.Bina Aksara.Jakarta.
________,1994.Teknologi Pendidikan. Bumi Aksara.Jakarta.
Negoro, ST dan Harahap, B. 1998. Ensiklopedia Matematika. Galia Indonesia. Jakarta.
Ruseffendi, E.T. 1997. Pengajaran Matematika Moderen Untuk Orang Tua dan Anak, Guru dan SPG. Tarsito. Bandung.
Slameto, 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta. Jakarta.
Soedjadi, 2001. Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan alam Pembelajan Matematika. (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Realistic Matematic Education Universitas Negeri Surabaya).
_______, 2001. Pembelajaran Matematika Realistik: Pengenalan Awal dan Praktis. (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Realistic Matematic Education Universitas Negeri Surabaya).
Sudjana, 1991. Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran. Universitas Indonesia.
Sukardi, 1998. Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Tarsito. Bandung.
Sukayati, 2004. Contoh Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Widyaswara PPPG Matematika. Yogyakarta.
Surdika, 1998. Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pokok Bahasan Pengukuran pada siswa Kelas V SD Negeri 6 Wua-wua Kendari. (Skripsi).Universitas Haluoleo. Kendari.
Tirtarahardjo, 2000. Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Usman, Moh. Uzer,1995. Menjadi Guru Profesional. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Winkel. W.S, 1984. Psikologi Pengajaran. Remaja Karya. Bandung.
Yuwono, Ipung. 2001. RME (Realistic Mathematic Education) dan Hasil Studi Awal Implementasinya di SLTP. Makalah disampaikan pada seminar Nasional RME di FMIPA Universitas Negeri Surabaya.
0 comments:
Post a Comment