MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS VI SD NEGERI 32 POASIA KENDARI DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA POKOK BAHASAN FAKTOR DAN KELIPATAN BILANGAN MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
B. BIDANG KAJIAN
Desain dan Strategi Pembelajaran di Kelas
C. PENDAHULUAN
Peningkatan penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu tujuan yang sangat diinginkan oleh bangsa Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah dan masyarakat pendidikan telah melakukan berbagai upaya pada berbagai jenjang persekolahan sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan secara nasional yang memuat berbagai mata pelajaran termasuk matematika.
Tidak sedikit sumbangan matematika untuk mengembangkan kemampuan manusia dalam memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesadaran terhadap hal ini telah mendorong berbagai kalangan pendidikan untuk melakukan berbagai upaya, baik peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, perubahan kurikulum, pelatihan guru-guru dan tenaga dosen LPTK, peningkatan kualitas guru, dan pelaksanaan perlombaan seperti Olimpiade Sains Nasional untuk menyeleksi putra-putri terbaik bangsa dalam ajang menyeleksi bidang sains dan matematika pada skala nasional dan internasional. Semua upaya tersebut merupakan bukti nyata kesungguhan berbagai kalangan untuk mengangkat derajat bangsa melalui pendidikan. Walau demikian, harus disadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar sehingga tantangan dan hambatan yang dihadapi untuk mewujudkan cita-cita tersebut juga tidak sedikit. Hal ini dirasakan oleh keseluruhan komponen pendidikan khususnya guru matematika yang menjadi tulang punggung pelaksana pendidikan matematika di sekolah-sekolah.
SD Negeri 32 Poasia yang berlokasi di Perumahan Dosen Kampus Baru Universitas Haluoleo merupakan salah satu SD yang guru-gurunya juga mengalami hal yang sama sebagimana diuraikan di atas. Namun setelah dilakukan berbagai upaya perbaikan demi meningkatkan hasil belajar matematika siswa khususnya minat dan motivasi belajar telah nampak berbagai perubahan secara klasikal baik hasil belajar maupun minat dan motivasi belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Kadir (2005), pada pembelajaran matematika di kelas V SD Negerin 32 Poasia yang berakhir pada akhir September 2005 terlihat bahwa minat, motivasi, dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika sudah cukup baik. Hal ini terbukti dari banyaknya siswa yang memperoleh nilai di atas 6,5 lebih dari 80%. Namun demikian, dari hasil diskusi dengan guru yang dilibatkan dalam penelitian tersebut diperoleh kenyataan bahwa jika dilihat dari komposisi soal yang diteskan, secara umum siswa belum mampu menyelesaikan soal cerita. Para siswa masih mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal-soal matematika bentuk cerita. Dari hasil pengamatan terhadap lembar jawaban siswa terlihat bahwa ada beberapa penyebab hal ini bisa memungkinkan terjadi, yaitu: kemampuan siswa dalam memaknai bahasa soal masih kurang, siswa belum dapat menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, serta kemampuan siswa dalam menentukan model matematika yang digunakan dalam penyelesaian soal.
Dari laporan hasil observasi yang dilakukan disimpulkan bahwa guru telah melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PPMRII) sesuai dengan skenario yang dirancang. Namun demikian, pada pemberian tugas latihan di kelas dan di rumah kepada siswa, guru masih kurang memperhatikan aspek soal cerita sebagai salah satu bentuk soal latihan di rumah. Guru masih terfokus pada soal-soal latihan yang ada di buku. Hal ini kurang memberi ruang kepada siswa untuk mengembangkan idenya dalam melatih kemampuannya memecahkan masalah yang ada pada soal matematika berbentuk cerita.
Berdasarkan alasan di atas, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk lebih meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika khususnya soal berbentuk cerita. Hal ini dapat diwujudkan karena guru telah dapat melaksanakan pembelajaran matematika dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Artinya, guru dan siswa telah memiliki pengalaman dan kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ini dalam pembelajaran matematika. Pendekatan Matematika Realistik digunakan karena pendekatan ini adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswa pada pembelajaran secara bermakna, sesuai dengan kemampuan berpikir siswa serta berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari ini akan mengarahkan siswa pada pengertian bahwa matematika bukan hanya ilmu simbolik belaka tetapi dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu dan mempermudah pekerjaan manusia dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya. Pemberian pembelajaran matematika yang bermakna kepada siswa dan tidak memisahkan belajar matematika dengan pengalaman siswa sehari-hari, siswa akan dapat mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan tidak cepat lupa.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka disarankan perlu dilaksanakannya penelitian ini yang merupakan kerjasama antara dosen matematika FKIP Unhalu dengan guru matematika kelas VI SD Negeri 32 Poasia Kendari dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas VI SD Negeri 32 Poasia Kendari dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berbentuk Cerita pada Pokok Bahasan Faktor dan Kelipatan Bilangan Melalui Pendekatan Matematika Realistik”.
D. PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “apakah kemampuan siswa kelas VI SD Negeri 32 Poasia Kendari dalam menyelesaikan soal matematika berbentuk cerita pada pokok bahasan faktor dan kelipatan bilangan dapat ditingkatkan melalui pendekatan matematika realistik?”
2. Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan permasalahan di atas, dilakukan tindakan-tindakan sesuai dengan kaidah penelitian tindakan kelas, yaitu:
1. Mengadakan tes untuk mengetahui kemampuan awal matematika siswa. Hasil tes ini kemudian menjadi dasar bagi peneliti untuk membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok yang masing-masing beranggotakan 4-5 orang untuk merangsang pertukaran pendapat dan interaksi antar guru dengan siswa dan antar siswa, saling menghormati pendapat yang berbeda, dan menumbuhkan konsep diri siswa. Pembagian anggota kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan, jenis kelamin, status sosial dan etnis.
2. Memberikan angket untuk diisi oleh siswa sehingga dapat diketahui tanggapan siswa mengenai pelaksanaan pembelajaran matematika.
3. Mengadakan pembimbingan pada guru matematika SD Negeri 32 Poasia tentang pendekatan matematika realistik khususnya tentang pembelajaran matematika soal cerita.
4. Menyusun perangkat pembelajaran yang mengacu pada karakteristik PMRI yajng secara umum meliputi komponen: tujuan, materi, kegiatan belajar mengajar di kelas, dan evaluasi.
5. Melaksanakan skenario pembelajaran yang mengacu pada pendekatan PMRI untuk tiap-tiap siklus tindakan (direncanakan tiga siklus), evaluasi dan refleksi.
6. Tindakan di dalam kelas disesuaikan dengan sintaks implementasi PMRI dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, yaitu:
1. Melaksanakan skenario pembelajaran melalui penyajian masalah yang kontekstual untuk menghubungkan matematika denga dunia sekitar (sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa dibawa ke situasi informal).
2. Mengusahakan keterlibatan siswa dengan bantuan guru untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri sesuai materi matematika yang dipelajari.
3. Mengaplikasikan konsep yang telah ditemukan ke dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.
7. Evaluasi dilaksanakan selama dan setelah proses pembelajaran. Evaluasi selama proses pembelajaran dilakukan melalui observasi bagaimana siswa mengkomunikasikan matematika. Sedangkan setelah pembelajaran dapat dilakukan dengan memberikan pekerjaan rumah untuk mengerjakan soal beserta alasannya dan mengajukan soal kepada siswa untuk dikerjakan beserta alasannya. Pada akhir setiap siklus tindakan dilakukan evaluasi untuk mengetahui kemajuan hasil belajar yang telah dicapai siswa. Hasil dari evaluasi pada akhir setiap siklus akan direfleksi untuk memperbaiki pelaksanaan tindakan.
8. Tindakan pada setiap siklus dikatakan berhasil bila telah minimal 80% siswa mencapai nilai paling rendah 6,5.
E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas VI SD Negeri 32 poasia kendari dalam menyelesaikan soal matematika berbentuk cerita pada pokok bahasan faktor dan kelipatan bilangan melalui pendekatan matematika realistik.
6. MANFAAT HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bererti seperti berikut:
1. Bagi guru: dengan penelitian ini, (1) guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendekatan pembelajaran di kelas, shingga konsep-konsep matematika yang diajarkan guru dapat dikuasai siswa, (2) guru akan terbiasa untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan merancang pendekatan-pendekatan pembelajaran yang baru guna meningkatkan prestasi belajar siswanya, dan (3) guru dapat meningkatkan kemampuan meneliti dan menyusun laporan dalam bentuk karya ilmiah yang baku, sehingga dapat meningkatkan rasa ingin tahu, yang lebih kuat dan mendorong terciptanya disposisi matematika (mathematical disposition)
2. Bagi siswa: hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi untuk meningkatkan minat, motivasi, dan kemampuannya dalam memahami konsep-konsep matematika sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat.
3. Bagi dosen: dengan melakukan penelitian tindakan kelas dengan sekolah mitra, dosen akan lebih memahami masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi guru di sekolah yang sangat membantu dosen dalam mendidik calon guru matematika di LPTK.
4. Bagi sekolah: hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi positif pada sekolah dalam rangka perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran.
5. Bagi FKIP Unhalu: hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk perbaikan pembelajaran di LPTK, khususnya Program Studi Pendidikan Matematika sebagai lembaga yang mencetak calon guru matematika.
6. KAJIAN PUSTAKA
1. Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan sebuah proses interaksi yang menghimpun sejumlah nilai (norma) yang merupakan substansi, sebagai medium antara guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan.
Dalam proses belajar mengajar terdapat dua kegiatan yakni kegiatan guru dan kegiatan siswa. Guru mengajar dengan gayanya sendiri dan siswa juga belajar dengan gayanya sendiri. Sebagai guru, tugasnya tidak hanya mengajar tetapi juga belajar memahami suasana psikologis siswanya dan kondisi kelas. Dalam mengajar, guru harus memahami gaya-gaya belajar siswanya sehingga kerelavansian antara gaya-gaya mengajar guru dan siswa akan memudahkan guru menciptakan interaksi edukatif dan kondusif. Hal ini sejalan dengan pendapat Ametembun (1985) bahwa suatu interaksi yang harmonis terjadi bila dalam prosesnya tercipta keselarasan, keseimbangan, keserasian antara kedua komponen yaitu guru dan siswa.
Dalam proses edukatif guru harus berusaha agar siswanya aktif dan kreatif secara optimal. Guru tidak harus terlena dengan menerapkan gaya konvensional. Karena gaya mengajar seperti ini tidak sesuai dengan konsepsi pendidikan modern. Pendidikan modern menghendaki siswa lebih aktif dalam kegiatan interaktif edukatif. Guru bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan siswa aktif dalam belajar.
Banyak kegiatan yang harus dilakukan gurudalam proses belajar mengajar seperti memahami prinsip-prinsip proses belajar mengajar, menyiapkan bahan dan sumber belajar, memilih metode yang tepat, menyiapkan alat bantu pengajaran, memilih pendekatan, dan mengadakan evaluasi. Semua kegiatan yang dilakukan guru harus didekati dengan pendekatan sistem, sebab pengajaran adalah suatu sistem yang melibatkan sejumlah kompenen pengajaaran dan semua komponen tersebut saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.
Sehubungan dengan diberlakukannya kurikulum 2004, maka salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang digunakan adalah pendekatan matematika realistik Indonesia (PMRI). Kemahiran matematia yang diharapkan dapat diwujudkan adalah sebagaimana tertuang dalam peta kompetensi mata pelaaran matematika di kelas VI SD, yaitu (1) menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika (termasuk peran definisi), (2) memecahkan dan menafsirkan masalah soal cerita, dan (3) menghargai matematika sebagai suatu yang berguna dan bermanfaat dalam kehidupan. Berdasarkan uraian tersebut maka soal cerita merupakan soal yang seharusnya mendapat porsi cukup besar dalam setiap pembelajaran yang dilaksanakan. Artinya, pembelajaran seharusnya dimulai dengan penggunaan masalah kontekstual dalam bentuk soal cerita sehingga siswa memiliki kepekaan dalam memahami suatu persoalan dan bagaimana memecahkannya sehingga bermanfaat dalam kehidupannya.
2. Soal Cerita Matematika dan Langkah-lankah Menyelesaikannya
Permasalahan matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata biasanya dituangkan melalui soal-soal berbentuk cerita (verbal). Menurut Abidia 1989:10), soal cerita adalah soal yang disajian dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Boot masalah yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Makin besar bibot masalah yang diungkapkan, memungkinkan semakin panjang cerita yang disajikan. Sementara itu, menurut Haji (1994:13), soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang matematika dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/soal hitungan. Dilanjutkannya, soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Soal cerita yang dmaksudkan dalam penelitian ini adalah soal matematika yang berbentuk cerita yang terkait dengan berbagai pokok bahasan yang diajarkan pada mata pelajaran matematika di kelas VI SD.
Untuk dapat menyelesaikan soal cerita, siswa harus menguasai hal-hal yang dipelajari sebelumnya, misalnya pemahaman tentang sartuan ukuran luas, satuan ukuran panjang dan lebar, satuan berat, satuan isi, nilai tukar mata uang, satuan waktu, dan sebagainya. Di samping itu, siswa juga harus menguasai materi prasyarat, seperti rumus, teorema, dan aturan/ hukum yang berlaku dalam matematika. Pemahaman terhadap hal-hal tersebut akan membantu siswa memahami maksud yang terkandung dalam soal-soal cerita tersebut.
Di samping hal-hal di atas, seorang siswa yang diperhadapkan dengan soal cerita harus memahami langkah-langkah sistematik untuk menyelesaikan suatu masalah atau soal cerita matematika. Haji (1994:12) mengungkapkan bahwa untuk menyelesaikan soal cerita dengan benar diperlukan kemamuan awal, yaitu kemamuan untuk: (1) menentukan hal yang diketahui dalam soal; (2) menentukan hal yang ditanyakan; (3) membuat model matematika; (4) melakukan perhitungan; dan (5) menginterpretasikan jawaban model ke permasalahan semua. Hal ini sejalan dengan langkah-langkah penyelesaian soal cerita sebagaimana dituangkan dalam Pedoman Umum Matematika Sekolah Dasar (1983), yaitu: (1) membaca soal dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam soal; (2) menuliskan kalimat matematika; (3) menyelesaikan kalimat matematika; dan (4) menggunakanan penyelesaian untuk menjawab pertanyan.
Dari kedua pendapat di atas terlihat bahwa hal yang paling utama dalam menyeesaikan suatu soal cerita adaah pemahaman terhadap suatu masalah sehingga dapat dipilah antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. Untuk melakukan hal ini, Hudoyo dan Surawidjaja (1997:195) memberikan petunjuk: (1) baca dan bacalah ulang masalah tersebut; pahami kata demi kata, kalimat demi kalimat; (2) identifikasikan apa yan diketahui dari masalah tersebut; (3) identifikasikan apa yang hendak dicari; (4) abaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan; (5) jangan menambahkan hal-hal yang tidak ada sehingga masalahnya menjadi berbeda dengan masalah yang dihadapi.
Pendapat-pendapat di atas sejalan dengan pendapat Soedjadi (192), bahwa untuk menyelesaikan soal matematika umumnya dan terutama soal cerita dapat ditempuh langkah-langkah: (1) membaca soal dengan cermat untuk menangkap makna tiap kalimat; (2) memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal, apa yang diminta/ditanyakan dalam soal, operasi pengerjaan apa yang diperlukan; (3) membuat model matematika dari soal; (4) menyelesaikan model menurut aturan-aturan matematika sehingga mendapatkan jawaban dari model tersebut; dan (5) mengembalikan jawaban soal kepada jawaban asal.
Mencermati beberapa pendapat di atas, maka langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan soal bentuk cerita yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) menentukan hal yang diketahui dalam soal; (2) menentukan hal yang ditanyakan dalam soal; (3) membuat model/kalimat matematika; (4) melakuka perhitungan (menyelesaikan kalimat matematika), dan (5) menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaa soal.
3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Istilah matematika realistik semula muncul dalam pembelajaran matematika di negeri Belanda yang dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME). Pendekatan pembelajaran ini merupakan reaksi terhadap pembelajaran matematika modern (new math) di Amerika dan pembelajaran matematika di Belanda sebelumnya yang dipandang sebagai “mechanistic mathematics education”.
PMRI pada dasarnya merupakan pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu. Seperti halnya pandangan baru tentang proses belajar mengajar, dalam PMRI juga diperlukan upaya mengaktifkan siswa. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan cara (1) mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar dan (2) mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense peserta didik. Salah satu kemungkinannya adalah dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya.
Dalam pandangan PMRI, pembelajaran matematika lebih memusatkan kegiatan belajar pada siswa dan lingkungan serta bahan ajar yang disusun sedemikian rupa sehingga siswa lebih aktif mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya sendiri. Peran guru lebih banyak sebagai motivator terjadinya proses pembelajaran, bukan sebagai pengajar atau penyampai ilmu. Ini berarti materi matematika yang disajikan kepada siswa harus berupa suatu “proses” bukan sebagai barang “jadi”.
Marpaung dalam Hartadji dan Ma’nar (2001) menyatakan bahwa RME atau PMRI bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa berbagi ide-idenya, artinya mereka bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain. Guru membantu mereka membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka.
PMRI sejalan dengan teori psikologi kognitif dan pembelajaran matematika. Menurut pandangan psikologi kognitif, yang bermakna itu lebih mudah dipahami siswa daripada yang tidak bermakna. Bermakna disini dimaksudkan, bahwa informasi baru mempunyai kaitan dengan informasi yang sudah tersimpan dalam memori. Memori kita menyimpan pengalaman-pengalaman yang memiliki arti bagi kita, yang kontekstual, yang realistik.
PMRI memberikan kemudahan bagi guru matematika dalam pengembangan konsep-konsep dan gagasan-gagasan matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata tidak berarti konkrit secara fisik dan kasat mata, namun juga termasuk yang dapat dibayangkan oleh pikiran anak. Jadi dengan demikian PMRI menggunakan situasi dunia nyata atau suatu konteks nyata sebagai titik tolak belajar matematika.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, PMRI mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) menggunakan konteks yang nyata sebagai titik awal belajar, (2) menggunakan model sebagai jembatan antara real dan abstrak, (3) belajar dalam suasana demokratis dan interaktif, dan (4) menghargai jawaban informal siswa sebelum mereka mencapai bentuk formal matematika.
Dalam pelaksanaannya, PMRI menganut lima prinsip utama, yaitu: (1) penggunaan konteks, sebagai sumber belajar dalam menemukan kembali ide matematika dan secara bersamaan menerapkan ide tersebut; (2) menggunakan model produksi dan konstruksi siswa; (3) menolak proses yang mekanistik, saling terlepas dan tak bermakna, prosedur rutin, dan sering bekerja individual; (4) siswa bukan penerima informasi, tetapi subyek aktif dalam menemukan kembali; dan (5) menggunakan berbagai teori belajar yang relevan dan saling terkait.
Beberapa keuntungan dalam PMRI antara lain: (1) Melalui penyajian yang kontekstual, pemahaman konsep siswa meningkat dan bermakna, mendorong siswa melek matematika, dan memahami keterkaitan matematika dengan dunia sekitarnya; (2) siswa terlibat langsung dalam proses doing math sehingga mereka tidak takut belajar matematika; (3) siswa dapat memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari dan mempelajari bidang studi lainnya; (4) memberi peluang pengembangan potensi dan kemampuan berfikir alternatif; (5) kesempatan cara penyelesaian yang berbeda; (6) melalui belajar kelompok berlangsung pertukaran pendapat dan interaksi antar guru dengan siswa dan antar siswa, saling menghormati pendapat yang berbeda, dan menumbuhkan konsep diri siswa; dan (7) melalui matematisasi vertikal, siswa dapat mengikuti perkembangan matematika sebagai suatu disiplin.
Dengan melhat keuntungan dalam PMRI di atas mengarahkan kita pada suatu kesimpulan bahwa dengan menggunakan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika siswa akan terbiasa memahami suatu persoalan dengan suatu sudut pandang yang bervariasi sehingga permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Potensi siswa akan berkembang baik minat dan motivasinya dalam belajar matematika karena pembelajaran yang dimulai dengan konteks mengarahkan siswa pada pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dipahamkan tentang kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena pentingnya pendekatan ini digunakan dalam pembelajaran matematika, maka seharusnyalah setiap guru memperhatikan bagaimana sintak pelaksanaan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika. Adapun sintaks implementasi matematika realistik (PMRI) adalah:
Untuk Lebih Jelasnya Silahkan
download
0 comments:
Post a Comment